Buat Dik Betapa tidak enak mengunyah makanan favorit kita saat kau sakit. Begitu juga tawa lepas pagi kanak-kanakmu yang lebih membahagiakan dari mendapat arisan belum juga kudengarkan. Seperti basi salam pembuka sembutan aku pun mengatakannya: cepat sembuh, cepat sehat, dan segala kecepatan lain. Mesti belum sepenuhnya tepat. Belum. Dan diantara rentetan tenggat tercatat aku masih saja menebak sakitmu yang entah untuk apa. Bukan. Aku bukan dokter yang lantas menganjurkanmu tiga kali sehari menelan kepahitan palsu. Aku. Seperti halnya kanak-kanak ingin bahagia menuruti keinginannya. Meski tak jarang lalu lebih mencelakai. Kamu lebih berbahaya dari menerobos lampu merah. Aku waspada. Sambil siaga. Sesekali bisa muncul ancaman yang membuatku akan semakin lebih sangat mencintaimu lagi. Kamu pohon kaktus kesayangan. Betapa aku tak akan membiarkannya kekeringan. Jangan sakit. tentu itu ucapan bodoh dan egois. Seperti tukang pos kehilangan alamat surat di muka amplop. Aku mencari sakit...
Aku Berkelana dalam kata dan dalam nyata. Maka, Aku Ada!