"Selamat menunaikan ibadah Ngopi"
Kurang lebih begitulah motto tulisan di warung kopi baru jalan Pisang dekat seturan dan nologaten Yogyakarta. Mengingatkan saya pada blog puisinya penyair Joko Pinurbo: selamat menunaikan ibadah puisi.
Adalah Aif. Seniman peracik kopi yang menjadi salah satu pegawai warung kopi bernuansa tenang dan sederhana ini. Saya kira siapapun yang datang ke warung kopi ini akan cukup nyaman dengan suasana musik dan penghijauan disekitarnya.
Sebagai warung kopi baru dan sedikit tersembunyi tidak membuat warung kopi ini lantas sepi. Beberapa mahasiswa dan muda-mudi tampak cukup meramaikan tempat ini. Beberapa diantaranya berdiskusi, bermain kartu, catur, mengerjakan tugas, dan curhat bagaimana caranya move on yang baik dan terhormat. Seperti yang saya lakukan dan teman-teman(perlu dicatat, bukan saya yang curhat)
Saya yang cukup akrab dengan Aif menilai model warung kopi ini sederhana, nyaman, dan terasa benar suasana seninya. Pemuda kelahiran temanggung itu --menurut hemat saya-- telah sukses menyulap tembok putih warungnya dengan lukisan, puisi, dan kata-kata. Dan yang lebih keren dari semuanya itu adalah coretan hitam, dibuatnya secara sendiri, telaten, dan bersahaja.
Malam yang dingin itu membuat Saya, Daus, Sandi, Wisnu, Temon, Asep, Kiteng, Reres, Galuh, Mazid dan teman-teman memesan Kopi pahit, Kopi susu, Es Cappucino, Minuman lain, dan Cemilan tempe kecap pedas. Harga yang ditawarkan pun ekonomis --pas di kantong mahasiswa PMKS(penyandang masalah keuangan sosial) seperti kami ini. Soal rasa kopi saya akui memang nikmat dan terasa dibuat dengan sungguh-sungguh. Sama seperti jargonnya: kopi yang sebenar-benarnya.
Yang saya tahu, sebelum Aif berproses dengan warung gandroengnya. Beberapa kali dia bekerja menjadi waiters dan peracik kopi di G'bol Kebun Laras kopi dan kedai kopi Legend dekat stadiun Kridosono. Jadi, dia --Aif-- dibentuk oleh rangkaian proses perkopian yang tidak sebentar.
"Dia memang peracik kopi yang hebat",
Begitu kata teman saya.
Dan memang benar. Meskipun saya merasakan bubuk kopinya mirip dengan bubuk kopi warung kompleks Kebun Laras, tetapi Aif berhasil membuat sesuatu yang berbeda --dalam rasanya.
Warung yang buka dari jam 9 pagi sampai dini hari ini juga menyediakan fasilitas untuk menunjang pelanggan kopinya, seperti gitar, papan catur, kartu, colokan ces, dan televisi. Dimana nuansa Lampu kuning dan tirai bambu menjadi tema warung kopi ini --dengan pilihan tempat duduk meja kursi dan lesehan.
Aif --saya kira-- juga pelukis yang mempunyai karakter. Lukisan di temboknya didominasi oleh gaya lukisnya yang melengkung-lengkung, garis-garis, dan wajah perempuan.
Menurut saya --yang secara berlebihan-- warung kopi ini boleh di bilang ikut mengisi ruang kedai kopi --dalam konteks Jogja-- di hati saya. Yang mungkin sebelumnya telah diisi Coffee n Read Maguwo, Warung Kopi Balai kota, Kopi Semesta, Cafe pantai Somandeng di Gunung Kidul, Lux coffee, Kopi Paste dan Gendong di Kebun Laras, dan Blandongan di Sorowajan.
Warung kopi gandroeng ini pun dilengkapi dengan tempat parkir gratis yang rapi dan lumayan luas
Seperti namanya --Gandroeng-- warung kopi ini berharap siapapun yang datang untuk menikmati kopi atau apapun --semacam pahitnya masa lalu dan pekatnya rindu-- bisa menjadi senang, tentram, dan lapang dada. Pun akrab dan bahagia.
Terakhir --mengiringi kopi saya yang tinggal ampas-- saya kutipkan pernyataan Aif di tembok kosnya Wisnu,
"Barang siapa yang Ngopi, kesepiannya diampuni. Qohwatal Lil Alamin."
Diketik dengan Hape, Kopi Gandroeng, 12 Juni 2015
Kurang lebih begitulah motto tulisan di warung kopi baru jalan Pisang dekat seturan dan nologaten Yogyakarta. Mengingatkan saya pada blog puisinya penyair Joko Pinurbo: selamat menunaikan ibadah puisi.
Adalah Aif. Seniman peracik kopi yang menjadi salah satu pegawai warung kopi bernuansa tenang dan sederhana ini. Saya kira siapapun yang datang ke warung kopi ini akan cukup nyaman dengan suasana musik dan penghijauan disekitarnya.
Sebagai warung kopi baru dan sedikit tersembunyi tidak membuat warung kopi ini lantas sepi. Beberapa mahasiswa dan muda-mudi tampak cukup meramaikan tempat ini. Beberapa diantaranya berdiskusi, bermain kartu, catur, mengerjakan tugas, dan curhat bagaimana caranya move on yang baik dan terhormat. Seperti yang saya lakukan dan teman-teman(perlu dicatat, bukan saya yang curhat)
Saya yang cukup akrab dengan Aif menilai model warung kopi ini sederhana, nyaman, dan terasa benar suasana seninya. Pemuda kelahiran temanggung itu --menurut hemat saya-- telah sukses menyulap tembok putih warungnya dengan lukisan, puisi, dan kata-kata. Dan yang lebih keren dari semuanya itu adalah coretan hitam, dibuatnya secara sendiri, telaten, dan bersahaja.
Malam yang dingin itu membuat Saya, Daus, Sandi, Wisnu, Temon, Asep, Kiteng, Reres, Galuh, Mazid dan teman-teman memesan Kopi pahit, Kopi susu, Es Cappucino, Minuman lain, dan Cemilan tempe kecap pedas. Harga yang ditawarkan pun ekonomis --pas di kantong mahasiswa PMKS(penyandang masalah keuangan sosial) seperti kami ini. Soal rasa kopi saya akui memang nikmat dan terasa dibuat dengan sungguh-sungguh. Sama seperti jargonnya: kopi yang sebenar-benarnya.
Yang saya tahu, sebelum Aif berproses dengan warung gandroengnya. Beberapa kali dia bekerja menjadi waiters dan peracik kopi di G'bol Kebun Laras kopi dan kedai kopi Legend dekat stadiun Kridosono. Jadi, dia --Aif-- dibentuk oleh rangkaian proses perkopian yang tidak sebentar.
"Dia memang peracik kopi yang hebat",
Begitu kata teman saya.
Dan memang benar. Meskipun saya merasakan bubuk kopinya mirip dengan bubuk kopi warung kompleks Kebun Laras, tetapi Aif berhasil membuat sesuatu yang berbeda --dalam rasanya.
Warung yang buka dari jam 9 pagi sampai dini hari ini juga menyediakan fasilitas untuk menunjang pelanggan kopinya, seperti gitar, papan catur, kartu, colokan ces, dan televisi. Dimana nuansa Lampu kuning dan tirai bambu menjadi tema warung kopi ini --dengan pilihan tempat duduk meja kursi dan lesehan.
Aif --saya kira-- juga pelukis yang mempunyai karakter. Lukisan di temboknya didominasi oleh gaya lukisnya yang melengkung-lengkung, garis-garis, dan wajah perempuan.
Menurut saya --yang secara berlebihan-- warung kopi ini boleh di bilang ikut mengisi ruang kedai kopi --dalam konteks Jogja-- di hati saya. Yang mungkin sebelumnya telah diisi Coffee n Read Maguwo, Warung Kopi Balai kota, Kopi Semesta, Cafe pantai Somandeng di Gunung Kidul, Lux coffee, Kopi Paste dan Gendong di Kebun Laras, dan Blandongan di Sorowajan.
Warung kopi gandroeng ini pun dilengkapi dengan tempat parkir gratis yang rapi dan lumayan luas
Seperti namanya --Gandroeng-- warung kopi ini berharap siapapun yang datang untuk menikmati kopi atau apapun --semacam pahitnya masa lalu dan pekatnya rindu-- bisa menjadi senang, tentram, dan lapang dada. Pun akrab dan bahagia.
Terakhir --mengiringi kopi saya yang tinggal ampas-- saya kutipkan pernyataan Aif di tembok kosnya Wisnu,
"Barang siapa yang Ngopi, kesepiannya diampuni. Qohwatal Lil Alamin."
Diketik dengan Hape, Kopi Gandroeng, 12 Juni 2015
Comments
Post a Comment