Skip to main content

Selamat 76 tahun, Tuan Haruki!

Pertama sekali saya ucapkan kepada tuan: Selamat atas capaian usia ini! entah itu berarti apa, saya selalu mendoakan yang terbaik bagi tuan. Kalau tidak ada tuan Haruki Murakami, saya tidak bisa membayangkan kehidupan seperti apa yang akan saya jalani. Seperti yang pernah tuan katakan dalam ‘What I Talk When I Talk About Running’, “Hingga saat ini, hidupku—walaupun tidak cukup untuk bisa dikatakan memuaskan—bisa dibilang cukup menyenangkan,” tulis Tuan.

Setiap mengingat tuan, saya akan selalu ingat bagaimana semua ini dimulai. Saat itu, tahun 2013, hujan baru saja berhenti. Malam seperti baru saja menghempaskan udara baru yang sempat tertahan. Udaranya begitu segar seperti baru saja terlahir dari bawah tanah selepas menampung guyuran deras air selama berjam-jam. Saya tiba-tiba saja secara acak menemukan buku tuan bersampul biru dengan judul Dunia Kafka yang dicetak tebal. Ketika saya mulai membacanya pada halaman-halaman awal ada perasaan ganjil, apa maksudnya gaya cerita ini. Bocah bernama gagak, korespondensi surat, beberapa hal yang disamarkan, dan penggalan tiap bab yang menceritakan tokoh yang berbeda. Begitu halaman demi halaman berlalu, saya sadar bahwa saya tidak bisa berhenti. Saya mulai membaca buku setebal 599 halaman itu sekitar jam 10 malam dan menamatkannya tepat pukul 6 pagi keeseokan harinya.

Segera saja setelah itu tuan menjadi penulis favorit saya. Tuan adalah penulis—yang bagi saya—mampu memberikan cerita yang kuat dan memberikan efek yang tetap bisa bertahan sangat lama setelahnya.

Saya segera mengumpulkan buku-buku tuan dan menempati koleksi saya yang paling banyak dibanding penulis lain. Rasanya setiap buku tuan yang saya kumpulkan bahkan memiliki ceritanya tersendiri. Saya ingat saat saya mendapatkan buku memoar tuan tentang berlari, saya telah berjuang tanpa henti mencari buku itu di 10 toko buku dan 3 perpustakaan di kota namun tidak menemukannya. Hingga suatu hari, saat saya tidak sengaja menuliskan nama buku itu di lokapasar, saya malah menemukannya. Padahal beberapa minggu sebelumnya, saat saya secara rutin setiap hari mencarinya di berbagai platform penjualan online, saya justru tidak menemukannya. Begitu juga cerita saat saya secara tidak sengaja mendapatkan tiga jilid 1Q84 edisi lama, The Strange Library, dan Sputnik Sweetheart, rasanya seperti memang saya sudah ditakdirkan dalam waktu yang tepat untuk mendapatkan buku-buku itu.

Saat ini saya memiliki 19 buku yang tuan tulis. Semuanya menempati rak buku saya yang paling atas dan paling banyak dibanding penulis lainnya. Di samping itu, saya juga memiliki 2 kaos lawas kolaborasi tuan dengan Uniqlo yang telah saya koleksi. Bagi saya, itu sangat berarti.

Di dunia perfilman pun, cerita-cerita tuan telah menjelma pemandangan visual yang luar biasa. Seakan sutradara—yang menggarap film-film dari cerita tuan—itu mendapat dorongan yang kuat dari tuan sehingga tidak mengalami kesulitan berarti dalam mengerjakannya. Saya telah menyaksikan Norwegian Wood, Burn, Hanalei Bay, Drive my car, dan Tony Takitani. Hasilnya, memang mengagumkan.

Bagaimana ya saya menjelaskannya, pokoknya, saya sangat mengagumi tuan. Tulisan tuan, selera musik tuan, dan bagaimana proses kreatif tuan, terutama saat menulis dan berlari marathon. Saya mencoba mengikuti tuan. Meskipun jelas tidak akan sama persis, tapi saya mulai menggemari musik klasik, jazz, dan rutinitas berlari. Untuk musik klasik saya telah menambatkan hati pada Chopin dan Schubert. Pada jazz saya menyukai Chet Baker dan Thelonius Monk (Seperti tuan), dan sejak akhir tahun 2022 sampai hari ini saya telah berlari sebanyak 223 kali dengan jarak total 1.661 kilometer dan telah berhasil menamatkan satu marathon penuh sebagai seorang pemula. 

Saya akui bahwa saya begitu percaya pada tuan. Saya merasa dekat dengan tuan, saya merasa akrab dengan tokoh-tokoh orang biasa pada cerita tuan, saya begitu bersimpati secara tulus pada Nakata, Tamaru, Watanabe, Commendatore, Si Kembar, Monyet Shinagawa, dan masih banyak lagi tentu saja. Dan saya rasa tuan adalah tipe orang yang jujur. Hal itu seringkali saya rasakan pada tulisan tuan yang luar biasa dan pada saat yang bersamaan juga apa adanya.

Apa yang saya katakan sebelumnya tentang tuan yang sangat berarti bagi saya itu adalah suatu hal yang konkrit. Buku dan cerita pendek tuan menemani saya saat saya terkena virus covid-19. Menemani seperti seorang teman baru yang menyenangkan, tidak membosankan, dan tidak manipulatif. Saat itu saya membaca 3 buku tuan dan menyalin cerita pendek tuan yang berjudul ‘with the beatles’ sembari melakukan isolasi mandiri selama 14 hari di kamar saya. Kamar yang saya maksud ini adalah jenis kamar seluas 3x3 meter dengan cukup banyak barang di dalamnya. Selain itu, buku memoar tuan tentang berlari—yang saya dapatkan seperti menangkap potongan takdir itu—telah membantu saya memberi makna yang berarti tentang berlari, tentang rasa sakit yang tak bisa dihindari dan memilih penderitaan.

Bahkan—yang juga ingin saya sampaikan dari lubuk hati terdalam pada tuan—saat hari pernikahan saya sekitar setahun yang lalu, saya mengutip frasa tuan di 1Q84 tentang ‘Manusia belajar mencintai dirinya sendiri dengan mencintai dan dicintai orang lain’ dalam undangan. Bagi saya kalimat itu seperti kesimpulan ajaib tentang cinta dan manusia pada saat bersamaan.

Sampai hari ini saya masih terus membaca buku-buku tuan. Hampir semua buku tuan sudah saya baca lebih dari sekali. Saya sering mengulang-ulangnya dan selalu ada makna baru yang terus bermunculan dari situ. Untuk itu, saya akan selalu mengucapkan terimakasih sampai kapan pun pada tuan.

Saat ini, di Indonesia, buku tuan tentang berlari yang nyaris seperti mitos itu akan dirilis ulang oleh penerbit Bentang Pustaka. Hal itu nampaknya dikarenakan tren berlari yang meningkat luar biasa pesat di sini. Selain itu, saya sedang menunggu, meskipun tanpa kepastian, untuk ‘The City and Its Uncertain Walls’ bisa hadir suatu hari dalam terjemahan Bahasa Indonesia.  

Sebelum saya menutup ini, ada satu hal yang ingin saya tambahkan untuk katakan pada tuan, maksud saya lebih tepatnya yang ingin saya katakan pada siapa pun pembaca tulisan ini nanti. Hal tersebut adalah mengenai dugaan sebagian orang bahwa tuan dianggap misoginis dan terlalu mengobjektifikasi perempuan. Menurut pembacaan saya sejauh ini dari karya-karya tuan, saya tentu saja tidak sependapat dengan itu. Saya justru menemukan kekuatan perempuan yang mandiri, berdaya, dan kuat dari tokoh-tokoh tuan. Sebutlah Reiko-san, Midori, Aomame, Sara Kimoto, Eri, tokoh dalam cerita pendek ‘Sleep’, dan masih banyak lagi. Selain itu, ketika saya menyimak wawancara Mieko Kawakami, penulis feminis Jepang, bersama tuan, di situ saya kira jelas sekali bagaimana tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis dari Kawakami. Seperti perkiraan saya, tuan selalu memiliki konteks dan menitikberatkan tokoh-tokoh tuan sebagai manusia di atas sekadar jenis kelamin. Saya melihat Kawakami juga mendapatkan percakapan yang ‘clear’ di sana. Saya sebenarnya ingin berbicara lebih banyak tentang hal ini, tapi sementara saya cukupkan dulu sampai di sini. Saya hanya merasa agak keberatan jika orang-orang yang mengecam tuan hanya berangkat dari tuduhan tak berdasar, terlebih hanya mengafirmasi dan mengaminkan dari apa yang dikatakan orang lain –tanpa pernah membaca karya-karya tuan.

Tuan Haruki, sekali lagi saya ucapkan selamat. Bahwa ada pengamat sastra yang masih berdebat mengenai penghargaan nobel sastra untuk tuan itu adalah soal lain, bagi saya itu bahkan persoalan yang amat remeh. Sebab, nampaknya tuan telah menjadi pemenang yang tak tergantikan bagi para pembaca setia tuan di manapun berada.

 

Yogyakarta, 12 Januari 2025.

Salam,

M. Husain Maulana

Seseorang yang menyebut dirinya sebagai Harukist

Comments

Popular posts from this blog

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se...

Kau, Cahaya

Di hadapan pintu kebahagiaan. Kesedihan menyeruak, membawa pedih, menggigilkan tubuh waktu sebelum keberangkatan. Segala yang bernyawa, berujung tiada. Pada keheningan itu, sebelum maut. Nama umat yang kau sebut Seorang penyair melagukannya. Sebatang pohon kurma menangis, tatkala kau pergi. Air matanya luruh melebur embun shubuh. Kesejukan pagi itu, angin yang berhembus di sekitarnya, dan tangis yang belum berhenti, seperti pertanda perasaan kehilangan, yang akan selamanya. Tapi mengapa nama umat yang kau sebut, bukan sorga, juga bukan Tuhan yang menciptakan semuanya, saat kematian itu tiba?  Kau manusia. Mengembala. Berniaga. Bersedih dan bercanda. Dan di hatimu, terbuat dari apa relung sanubari itu, begitu hidup, begitu luasnya. Begitu jernih, menarik semuanya.  Kau yang penuh cinta.  Cahayamu terbit dari kegelapan suatu masa. Pendarnya membuat orang-orang menghampirimu. Bahkan di hari lahirmu, orang yang kelak sangat membencimu, pernah begitu bahagia. Ia ha...
PETILASAN ANGLING DHARMA DAN NYAI AMBARWATI Oleh MH Maulana             Desa Bendo, kecamatan Kapas, Bojonegoro menyimpan sebuah tempat unik, mistik, damai, sekaligus kaya sejarah. Tepatnya di sisi waduk Bendo. disana terdapat sebuah tempat Pamoksaan dan petilasan prabu angling dharma da nyai ambarwati. Sebuah tempat menyerupai labirin dengan hiasan batu-batu dan atap dari ilalang kering membuat suasana petilasan terasa rindang dan tenang. Selain itu disisi petilasan ini terdapat waduk bendo yang merupakan tempat pemancingan gratis dengan pemancing yang tak pernah sepi tiap harinya.             Menurut keterangan juru kunci, pak ali. tempat petilasan ini dulunya adalah tempat dimana prabu angling dharma bertemu pertama kali dengan nyai ambarwati dan saling menumbuhkan benih-benih cinta. Selain itu terdapat pula pohon bambu lumayan tinggi yang dipakai sebagai rumah poh...