Pertama
sekali saya ucapkan kepada tuan: Selamat atas capaian usia ini! entah itu
berarti apa, saya selalu mendoakan yang terbaik bagi tuan. Kalau tidak ada tuan
Haruki Murakami, saya tidak bisa membayangkan kehidupan seperti apa yang akan
saya jalani. Seperti yang pernah tuan katakan dalam ‘What I Talk When I Talk
About Running’, “Hingga saat ini, hidupku—walaupun tidak cukup untuk bisa
dikatakan memuaskan—bisa dibilang cukup menyenangkan,” tulis Tuan.
Setiap mengingat tuan, saya akan selalu ingat bagaimana semua
ini dimulai. Saat itu, tahun 2013, hujan baru saja berhenti. Malam seperti baru
saja menghempaskan udara baru yang sempat tertahan. Udaranya begitu segar
seperti baru saja terlahir dari bawah tanah selepas menampung guyuran deras air
selama berjam-jam. Saya tiba-tiba saja secara acak menemukan buku tuan
bersampul biru dengan judul Dunia Kafka yang dicetak tebal. Ketika saya mulai
membacanya pada halaman-halaman awal ada perasaan ganjil, apa maksudnya gaya
cerita ini. Bocah bernama gagak, korespondensi surat, beberapa hal yang
disamarkan, dan penggalan tiap bab yang menceritakan tokoh yang berbeda. Begitu
halaman demi halaman berlalu, saya sadar bahwa saya tidak bisa berhenti. Saya
mulai membaca buku setebal 599 halaman itu sekitar jam 10 malam dan
menamatkannya tepat pukul 6 pagi keeseokan harinya.
Segera saja setelah itu tuan menjadi penulis favorit saya.
Tuan adalah penulis—yang bagi saya—mampu memberikan cerita yang kuat dan
memberikan efek yang tetap bisa bertahan sangat lama setelahnya.
Saya segera mengumpulkan buku-buku tuan dan menempati koleksi
saya yang paling banyak dibanding penulis lain. Rasanya setiap buku tuan yang
saya kumpulkan bahkan memiliki ceritanya tersendiri. Saya ingat saat saya
mendapatkan buku memoar tuan tentang berlari, saya telah berjuang tanpa henti
mencari buku itu di 10 toko buku dan 3 perpustakaan di kota namun tidak
menemukannya. Hingga suatu hari, saat saya tidak sengaja menuliskan nama buku
itu di lokapasar, saya malah menemukannya. Padahal beberapa minggu sebelumnya,
saat saya secara rutin setiap hari mencarinya di berbagai platform penjualan
online, saya justru tidak menemukannya. Begitu juga cerita saat saya secara
tidak sengaja mendapatkan tiga jilid 1Q84 edisi lama, The Strange Library, dan
Sputnik Sweetheart, rasanya seperti memang saya sudah ditakdirkan dalam waktu
yang tepat untuk mendapatkan buku-buku itu.
Saat ini saya memiliki 19 buku yang tuan tulis. Semuanya menempati rak buku saya yang paling atas dan paling banyak dibanding penulis lainnya. Di samping itu, saya juga memiliki 2 kaos lawas kolaborasi tuan dengan Uniqlo yang telah saya koleksi. Bagi saya, itu sangat berarti.
Di dunia perfilman pun, cerita-cerita tuan telah menjelma
pemandangan visual yang luar biasa. Seakan sutradara—yang menggarap film-film
dari cerita tuan—itu mendapat dorongan yang kuat dari tuan sehingga tidak
mengalami kesulitan berarti dalam mengerjakannya. Saya telah menyaksikan
Norwegian Wood, Burn, Hanalei Bay, Drive my car, dan Tony Takitani. Hasilnya,
memang mengagumkan.
Bagaimana ya saya menjelaskannya, pokoknya, saya sangat
mengagumi tuan. Tulisan tuan, selera musik tuan, dan bagaimana proses kreatif
tuan, terutama saat menulis dan berlari marathon. Saya mencoba mengikuti tuan.
Meskipun jelas tidak akan sama persis, tapi saya mulai menggemari musik klasik,
jazz, dan rutinitas berlari. Untuk musik klasik saya telah menambatkan hati
pada Chopin dan Schubert. Pada jazz saya menyukai Chet Baker dan Thelonius Monk
(Seperti tuan), dan sejak akhir tahun 2022 sampai hari ini saya telah berlari
sebanyak 223 kali dengan jarak total 1.661 kilometer dan telah berhasil
menamatkan satu marathon penuh sebagai seorang pemula.
Saya akui bahwa saya begitu percaya pada tuan. Saya merasa
dekat dengan tuan, saya merasa akrab dengan tokoh-tokoh orang biasa pada cerita
tuan, saya begitu bersimpati secara tulus pada Nakata, Tamaru, Watanabe,
Commendatore, Si Kembar, Monyet Shinagawa, dan masih banyak lagi tentu saja.
Dan saya rasa tuan adalah tipe orang yang jujur. Hal itu seringkali saya
rasakan pada tulisan tuan yang luar biasa dan pada saat yang bersamaan juga apa
adanya.
Apa yang saya katakan sebelumnya tentang tuan yang sangat
berarti bagi saya itu adalah suatu hal yang konkrit. Buku dan cerita pendek
tuan menemani saya saat saya terkena virus covid-19. Menemani seperti seorang
teman baru yang menyenangkan, tidak membosankan, dan tidak manipulatif. Saat
itu saya membaca 3 buku tuan dan menyalin cerita pendek tuan yang berjudul
‘with the beatles’ sembari melakukan isolasi mandiri selama 14 hari di kamar
saya. Kamar yang saya maksud ini adalah jenis kamar seluas 3x3 meter dengan
cukup banyak barang di dalamnya. Selain itu, buku memoar tuan tentang
berlari—yang saya dapatkan seperti menangkap potongan takdir itu—telah membantu
saya memberi makna yang berarti tentang berlari, tentang rasa sakit yang tak
bisa dihindari dan memilih penderitaan.
Bahkan—yang juga ingin saya sampaikan dari lubuk hati
terdalam pada tuan—saat hari pernikahan saya sekitar setahun yang lalu, saya
mengutip frasa tuan di 1Q84 tentang ‘Manusia belajar mencintai dirinya sendiri
dengan mencintai dan dicintai orang lain’ dalam undangan. Bagi saya kalimat itu
seperti kesimpulan ajaib tentang cinta dan manusia pada saat bersamaan.
Sampai hari ini saya masih terus membaca buku-buku tuan.
Hampir semua buku tuan sudah saya baca lebih dari sekali. Saya sering
mengulang-ulangnya dan selalu ada makna baru yang terus bermunculan dari situ.
Untuk itu, saya akan selalu mengucapkan terimakasih sampai kapan pun pada tuan.
Saat ini, di Indonesia, buku tuan tentang berlari yang nyaris
seperti mitos itu akan dirilis ulang oleh penerbit Bentang Pustaka. Hal itu nampaknya
dikarenakan tren berlari yang meningkat luar biasa pesat di sini. Selain itu, saya
sedang menunggu, meskipun tanpa kepastian, untuk ‘The City and Its Uncertain
Walls’ bisa hadir suatu hari dalam terjemahan Bahasa Indonesia.
Sebelum saya menutup ini, ada satu hal yang ingin saya tambahkan untuk katakan pada tuan, maksud saya lebih
tepatnya yang ingin saya katakan pada siapa pun pembaca tulisan ini nanti.
Hal tersebut adalah mengenai dugaan sebagian orang bahwa tuan
dianggap misoginis dan terlalu mengobjektifikasi perempuan. Menurut pembacaan
saya sejauh ini dari karya-karya tuan, saya tentu saja tidak sependapat dengan
itu. Saya justru menemukan kekuatan perempuan yang mandiri, berdaya, dan kuat
dari tokoh-tokoh tuan. Sebutlah Reiko-san, Midori, Aomame, Sara Kimoto, Eri, tokoh dalam cerita
pendek ‘Sleep’, dan masih banyak lagi. Selain itu, ketika saya menyimak
wawancara Mieko Kawakami, penulis feminis Jepang, bersama tuan, di situ saya
kira jelas sekali bagaimana tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis dari
Kawakami. Seperti perkiraan saya, tuan selalu memiliki konteks dan
menitikberatkan tokoh-tokoh tuan sebagai manusia di atas sekadar jenis kelamin.
Saya melihat Kawakami juga mendapatkan percakapan yang ‘clear’ di sana. Saya
sebenarnya ingin berbicara lebih banyak tentang hal ini, tapi sementara saya
cukupkan dulu sampai di sini. Saya hanya merasa agak keberatan jika orang-orang
yang mengecam tuan hanya berangkat dari tuduhan tak berdasar, terlebih hanya mengafirmasi
dan mengaminkan dari apa yang dikatakan orang lain –tanpa pernah membaca karya-karya
tuan.
Tuan Haruki, sekali lagi saya ucapkan selamat. Bahwa ada
pengamat sastra yang masih berdebat mengenai penghargaan nobel sastra untuk
tuan itu adalah soal lain, bagi saya itu bahkan persoalan yang amat remeh.
Sebab, nampaknya tuan telah menjadi pemenang yang tak tergantikan bagi para
pembaca setia tuan di manapun berada.
Yogyakarta, 12 Januari 2025.
Salam,
M. Husain Maulana
Seseorang yang menyebut dirinya sebagai Harukist
Comments
Post a Comment