KETIKA
JIHAD*
Oleh MH Maulana
“Kita berjalan di
bumi tuhan , maka tiada pilihan lain selain mentaati hukum Tuhan.” akhir dari
sambutanku sebelum hari itu terjadi. Hari dimana keyakinanku menjemput pembuktiannya
“Is kariiman au mut sahiidan” itulah prinsip hidupku saat ini. Mengalir pada darah, Berhembus dalam segala arah, dan bergetar dalam tiap tapak kehidupan. Namaku Sa’if. Aku hidup ditengah manusia-manusia bodoh yang tak memahami kecintaan kepada Tuhan. Manusia yang tak mengerti hakikat hidup. Manusia yang tak punya keyakinan kuat terhadap agamanya.
“Is kariiman au mut sahiidan” itulah prinsip hidupku saat ini. Mengalir pada darah, Berhembus dalam segala arah, dan bergetar dalam tiap tapak kehidupan. Namaku Sa’if. Aku hidup ditengah manusia-manusia bodoh yang tak memahami kecintaan kepada Tuhan. Manusia yang tak mengerti hakikat hidup. Manusia yang tak punya keyakinan kuat terhadap agamanya.
“Rencana kita sudah
matang akhi” ujar Suhud
“Oke, penegakan syariat ditengah umat tak boleh ditunda-tunda lagi.”
“Na’am akhi, setelah ini kita segera mengumpulkan yang lain.”
“Oke, penegakan syariat ditengah umat tak boleh ditunda-tunda lagi.”
“Na’am akhi, setelah ini kita segera mengumpulkan yang lain.”
Suhud,
seseorang bernyawa keyakinan teguh pada islam. Dia yang selama ini menjadi
karibku memperjuangkan agama Allah. Menegakkan keadilan tuhan. Memurnikan Islam
seperti masa Nabi Muhammad. Karena Islam saat ini semakin menghawatirkan jika
dipegang oleh orang-orang yang tak berkeyakinan secara kaffah.
Setelah
pertemuan itu kuputuskan untuk pulang. Memberi kabar pada isteriku di rumah. Perihal
tugas suci besar yang akan aku lakukan, Menegakkan kebenaran.
“Dari
mana paklek?” Tanya keponakanku ketika
papasan di Jalan
“Biasa guh, dari pertemuan umat yang mencintai Lahirnya kembali Islam secara kaffah.”
“Kaffah bagaimana to paklek?” tanyanya sedikit mengejek
“Ya Islam yang harus diterapkan secara sempurna seperti pada masa Nabi Muhammad.” Aku mulai sadar kalau keponakanku ini mengajak debat
“Hehe, masak bisa paklek Islam kaffah diterapkan di Indonesia? Zaman Nabi dan sekarang tentu berbeda. Zaman sudah berubah paklek.”
“Itulah tugas suci umat islam sebenarnya, memurnikan Islam yang sudah tercampuri kotoran Filsafat, Politik, dan kepentingan-kepentingan yang lain.” Aku mulai muak dengan keponakanku yang katanya Aktifis Mahasiswa ini.”
“Hehe seperti mau melukis di udara saja paklek. Ini negara hukum dan demokrasi paklek. Bukan negara timur tengah.” Teguh menimpali sambil mengejek
“kamu tidak tahu ayat La Hukma Illa Billah. Tiada hukum selain Hukum Allah. Kalau Islam di negara ini tidak dimurnikan, maka negara ini yang katamu negara hukum, demokrsi, atau tetekbengek akan menghianati Al-quran. Menghianati syariat Islam. Kamu harus tahu itu.” Aku bicara sambil membentak membuat Teguh terdiam, mungkin takut. Lantas kuacuhkan saja dia di Jalan. Dasar korban buku-buku kafir.
“Biasa guh, dari pertemuan umat yang mencintai Lahirnya kembali Islam secara kaffah.”
“Kaffah bagaimana to paklek?” tanyanya sedikit mengejek
“Ya Islam yang harus diterapkan secara sempurna seperti pada masa Nabi Muhammad.” Aku mulai sadar kalau keponakanku ini mengajak debat
“Hehe, masak bisa paklek Islam kaffah diterapkan di Indonesia? Zaman Nabi dan sekarang tentu berbeda. Zaman sudah berubah paklek.”
“Itulah tugas suci umat islam sebenarnya, memurnikan Islam yang sudah tercampuri kotoran Filsafat, Politik, dan kepentingan-kepentingan yang lain.” Aku mulai muak dengan keponakanku yang katanya Aktifis Mahasiswa ini.”
“Hehe seperti mau melukis di udara saja paklek. Ini negara hukum dan demokrasi paklek. Bukan negara timur tengah.” Teguh menimpali sambil mengejek
“kamu tidak tahu ayat La Hukma Illa Billah. Tiada hukum selain Hukum Allah. Kalau Islam di negara ini tidak dimurnikan, maka negara ini yang katamu negara hukum, demokrsi, atau tetekbengek akan menghianati Al-quran. Menghianati syariat Islam. Kamu harus tahu itu.” Aku bicara sambil membentak membuat Teguh terdiam, mungkin takut. Lantas kuacuhkan saja dia di Jalan. Dasar korban buku-buku kafir.
Hujan
turun pas ketika aku sampai di Rumah. Langsung kuminum teh hangat yang
dibuatkan isteriku diatas meja. Sambil memandang hujan -nikmat Tuhan yang jarang
manusia syukuri. Pemandangan percik air yang berloncatan mengantarkanku pada
Lamunan sebentar. Generasi muda, ya mereka yang semestinya melanjutkan estafet
islam kaffah justru telah teracuni
doktrin kebebasan berfikir dunia barat. Filsafat, Humanisme, Liberalisme yang
jauh dari Allah swt. Mencetak zindiq-zindiq baru. Apalagi dunia Politik,
membawa Islam sebagai tameng kepentingan. Namun kenyataannya pelaku korup
justru tidak sedikit yang berasal dari mereka. Negara ini harus segera ditegakkan
dengan HukumIslam yang utuh. Agar tercipta masyarakat madani dan keta’atan
penuh pada Allah swt. Tak boleh buang-buang waktu lagi.
“Bagaimana
bah kabar dari perkumpulanmu tadi?” Isteriku membuyarkan lamunanku
“Ya seperti itulah mi, penegakan syariat Islam tidak boleh hanya jadi bayangan saja.”
“Lalu apa yang akan abah dan ikhwan-ikhwan mau lakukan?”
“Kita akan melakukan pengeboman Lokalisasi dan beberapa gedung orang kafir.”
“Apakah Rencananya sudah disusun rapi bah?” tanyanya sedikit khawatir
“Tentu, jangan lupa mendoakan tugas suci ini ketika kita selesai Sholat.”
“ya bah, dan tentunya abah juga harus hati-hati.”
“Tentu Umi.”
“Ya seperti itulah mi, penegakan syariat Islam tidak boleh hanya jadi bayangan saja.”
“Lalu apa yang akan abah dan ikhwan-ikhwan mau lakukan?”
“Kita akan melakukan pengeboman Lokalisasi dan beberapa gedung orang kafir.”
“Apakah Rencananya sudah disusun rapi bah?” tanyanya sedikit khawatir
“Tentu, jangan lupa mendoakan tugas suci ini ketika kita selesai Sholat.”
“ya bah, dan tentunya abah juga harus hati-hati.”
“Tentu Umi.”
Seperti biasa.
Kekhawatiran Isteri pada suami adalah setengah dari kehidupannya . Aku sungguh beruntung
mempunyai isteri yang sepaham denganku. Dibalik kecantikan wajahnya yang selalu ditutupi dengan kesucian cadar, dia
adalah bidadariku. Aku sungguh mencintainya, tentu bukan karena parasnya. Kalau
saja alasan mencintaiku adalah paras, bagaimana aku bisa mencintai Allah yang
tak tampak parasnya.
Hari
terus dikikis waktu. Tugas suci pun semakin dekat. Rencana sudah semakin
matang. Tim pun sudah dibagi. Tinggal apalagi kalau bukan pembuktian.
“jihad fi sabilillah” teriakku keras pada
jamaah di markas
“Allahu akbar... Allahu akbar.” Sahut mereka kompak
“Allahu akbar... Allahu akbar.” Sahut mereka kompak
Sejumlah
20 orang mujahid berkumpul di markas. Calon penghuni surga tentunya. Seharusnya
banyak orang berfikir alangkah adil dan tegasnya syariat Islam. Mencuri
dipotong tangan, bagi yang berzina
dirajam. Sungguh tegas dan adil, sehingga para pelaku pun akhirnya jera
untuk melakukan dosa tersebut. Pembela HAM mungkin akan protes mati-matian,
tapi apa kekuatan yang bisa menandingi keagungan dan keadilan hukum Allah swt.
Kita bicara ketegasan, bukan kelembekan yang memanjakan dos-dosa.
Hitam
menyelimuti malam di cakrawala. Hari pembuktian suci pun tiba
“duaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrrr”
Bom telah berhasil kami ledakkan di Lokalisasi bokape. Sarang kejahatan. Tempat
orang kafir mentraksasikan dosa. Aku dan suhud mengucap hamdalah di tempat
persembunyian, tidak jauh dari lokalisasi tersebut.
“Allahu
akbar akhi, orang kafir yang halal darahnya itu sudah mendapat Hukuman Allah
lewat perantara kita.” Ujar suhud dengan ekspresi bahagia dari raut wajahnya.
“Benar akhi, Allah ma’ana. Semoga ini memperlancar tugas suci kita menuju Negara islam yang telah lama kita damba-dambakan.”
“Amiin.”
“Benar akhi, Allah ma’ana. Semoga ini memperlancar tugas suci kita menuju Negara islam yang telah lama kita damba-dambakan.”
“Amiin.”
Semenjak
kejadian itu. Media begitu ramai memberitakan teroris. Dasar media latah.
Pejabat-pejabat korup yang lebih berbahaya itu seharusnya yang diberitakan.
Tugas suci ini adalah demi kebaikan kita bersama. Hal ini membuat aku dan
suhut, juga ikhwan-ikhwan lain menyembunyikan diri. Karena sosok kami kemarin
tertangkap kamera CCTV. Negara ini sungguh menjengkelkan. Penegak hukum tolol.
mereka adalah orang-orang yang tak mengerti cita-cita luhur untuk kembali
memurnikan Islam. Namun dasar, kecanggihan orang kafir Amerika membantu
mereka menemukan kami. Untuk kemudian
diadili karena kasus pelanggaran HAM, perusakan dan pembunuhan terencana. Ya
benar, pembunuhan demi kebenaran.
“Kamu harus sabar mi”
“Tidak bi... tidak.” Tangisannya tak kunjung habis
“Kita harus menyadari mi, kita hidup ditengah kungkungan orang kafir, Allah tahu apa yang kita lakukan.”
“Abi... apalah artinya hidup ini jika tak ada abi, imam umi menuju surga kelak.” Tangisannya membuatku turut menetaskan Airmata.
“Umi harus tahu, Hakikat kita bertemu adalah untuk dipisahkan, dan kita akan dipertemukan kembali oleh Allah di Istana Surga kelak, bersama para mujahid dan kekasih-Nya.
“Abi...Abii....” teriakan terakhirnya bersamaan dengan petugas menggiringku kembali masuk ke bilik jeruji.
“Tidak bi... tidak.” Tangisannya tak kunjung habis
“Kita harus menyadari mi, kita hidup ditengah kungkungan orang kafir, Allah tahu apa yang kita lakukan.”
“Abi... apalah artinya hidup ini jika tak ada abi, imam umi menuju surga kelak.” Tangisannya membuatku turut menetaskan Airmata.
“Umi harus tahu, Hakikat kita bertemu adalah untuk dipisahkan, dan kita akan dipertemukan kembali oleh Allah di Istana Surga kelak, bersama para mujahid dan kekasih-Nya.
“Abi...Abii....” teriakan terakhirnya bersamaan dengan petugas menggiringku kembali masuk ke bilik jeruji.
Beberapa
kali sidang digelar, Pengadilan memutuskan kami dihukum Mati. Mereka pikir
orang-orang seperti kami akan jera. Tentu tidak, Kami tidak takut, karena
orang-orang kami akan selalu ada, akan terus berjuang membela agama Allah.
Hukum negara ini begitu Goblok, Para koruptor yang sudah tentu menyengsarakan
rakyat, membunuh yang lebih tragis dengan menyiksanya terlebih dahulu dengan
kemiskinan dan kemelaratan malah dihukum penjara ringan, apa itu tidak lebih
kejam. Sungguh, tiada hukum seadil syariat Islam yang sesuai dengan Al-quran
dan As-sunnah
Pagi
itu, masih dengan keyakinan teguh kami merasakan hangat panas matahari ditengah
kepala yang tertutup kain hitam. Kemudian seperti melihat bidadari berterbangan
di Langit.
“Dor...dorr...dorrr...doorrrr”
Jogja. 24 Maret 2014
*) pernah dikirim untuk memenuhi tugas fiksi kuliah ushul fiqih UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Comments
Post a Comment