Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2017

JADI, CERITANYA

buat Yeni Mutiara Usia. Kata Sakhespare, seperti cinta. Tak dapat disembunyikan. Jadi kamu memang harus menyadari benar, Ndel. Kamu semakin tua. Dan iya gitu, tambah tua. Jogja malam itu sepi. Sepi dalam pengertian saya sendiri tentu saja. Lalu dengan segenap kesepian itu saya bersama kawan bergerak ke kedai kebun. Niat merayakan kesepian bersama musik puisi Ari Reda. Biar gembira. Gembira sih memang. Tapi meskipun klise, kurang lengkap karena kamu tidak ikut. Saya ingat kita pernah gagal nonton konser ini. Kurang lebih setahun yang lewat. Saat kita tengah bersemangat-semangat niat membeli tiket. Yang tertulis: Sold Out. Dan beberapa hari yang lalu lewat jejaring facebook, seorang kawan jauh memberitahukan Ari Reda akan menggelar acara mendadak konser di Jogja. Dan sialnya, kamu sudah balik. Iya. Saya lumayan kecewa. Dan kamu: lumayan kecewa banget. Bukan bermaksud sok romantis. Hanya saja ketika lagu puisi "Di Restoran" dilantunkan, saya ingat kamu sering mend

BUKU, DONGENG, DAN HATI-HATI DI JALAN

Dokumen pribadi. Dua buku, 2017 "Kami percaya, semua orang membutuhkan cerita untuk dipercayai." Sore itu (12/6) untuk pertama kalinya kami mengunjungi perpustakaan Grahatama. Perpustakaan kepunyaan Provinsi DIY. Perpustakaan yang disebut sebagai yang terbesar di seluruh asia tenggara. Tidak begitu spesial sebenarnya, atau mungkin memang saya yang belum mengenal secara mendalam ruang dan bangunan tersebut. Tapi boleh dibilang koleksi buku dan suasana membacanya menyenangkan. Kami mencoba memasuki ruang buku langka terlebih dahulu. Buku berbagai bahasa dengan tahun yang lampau memenuhi rak dan almarinya. Tak sedikit bahkan sudah mulai aus dan sulit dibaca. Kami seperti mengunjungi museum di ruangan tersebut. Klasik. Sepi. Tua. Tapi memberikan perenungan. Tak berselang lama, kami berpindah ke ruang Ensiklopedia. Amba terlebih dulu masuk dan saya tertahan di luar oleh buku  yang berjudul tentang mitos dan dongeng dari penjuru dunia. Saya menikmati buk

PAGI YANG BERHEMBUS KE TIMUR

Dokumen pribadi. Sembunyi tangan, 2017 Buat Daus Tak ada pagi Yang lebih tenang Selain menuju ke kotamu Semuanya kembali kanak-kanak Ingataanku pada ibu : kembali Lelaki itu Berbaju duka Disiapkannya sejak shubuh Untuk membunuh kesepiannya sendiri Ke timur tepatnya Rindunya siap dimutilasi Perempuannya barangkali pun Menunggu Bersama pisau sunyi Yang diasah sekian lama Pembunuhan yang baik, katanya Harus benar-benar direncanakan Keduanya saling menyiapkan Cara terbaik Untuk membunuh Biar sisa darah Terbawa sampai jauh Ke mimpi Lelaki dan perempuan itu Percaya, Membunuh menjadi tak baik, Jika dilakukan setengah-setengah Perlahan tubuh-tubuh dibasahi cuaca Doa-doa diniatkan Roda-roda Langkah-langkah Yakin Mata angin Sudah mempertemukan Mereka Dan sejauh yang saya ingat, Di pagi yang berhembus ke timur itu, Kematian dirayakan dengan suka cita Jogja, Juni 2017 Nb : Titip ucapan selamat ulang tahun juga pada "

MENULIS DAN MEMBACA SEBAGAI USAHA YANG SIA-SIA

Coretan saya. Sia-saya, Juni 2017 Pemuda itu bernama Sifisus. Dia masih saja mendorong batu raksasa ke puncak gunung. Begitu batu menggelinding ke bawah, sifisus mendorong dengan susah payah batu tersebut menuju ke puncak gunung lagi. Lalu menggelinding ke bawah lagi. Sifisus turun. Mendorong lagi ke puncak. Menggelinding ke bawah. Mendorong lagi ke puncak. Turun. Naik lagi. Terus diulang. Tak pernah berhenti. Kemudian Ekalawya. Pemanah terbaik yang berasal dari kasta sudra itu terus berlatih tak kenal waktu. Kecintaan pada guru Durna membuatnya membaktikan seluruh kemampuannya untuk terus berlatih agar bisa diangkat murid oleh sang guru. Namun Durna telah terikat tugas untuk membuat pemanah terbaiknya adalah Arjuna. Sang guru menolak Ekalawya. Ekalawya tak menyerah. Dia bahkan membuat patung guru Durna untuk membuatnya merasa seakan-akan guru Durna mengawasi dan melatihnya. Sampai kemampuan memanahnya diketahui Durna bahwa itu adalah kemampuan yang bisa melampaui Arjuna. Dur

BERTEMU RUMI DI SELATAN

Coretan saya : R, 2017 Serupa musim Tokoh-tokoh lahir dan hilang Ibu dan pembunuhnya: ingatan Kita melawat ke arah yang selalu kembali Dan kaki. Menapak jejak : tak beranjak Kita bertamu pada cermin Segala tempat : hilang Berganti menjadi suasana Dan rumi Kujumpai di ruang mati Tanpa sapa Hanya saja kisahnya : ditanggalkan pencerita Cinta, keabadian, dan kalimat semacam itu Ditulis dalam kitab Buta Jika dibaca. Begitu saja Ke selatan Murid at-tabriz ditafsirkan Untuk pulang Berhati-hati Di jalan hilang Sebab rumah Sedari tadi Menunggu kita : kembali Kaliopak, Akhir Mei. 2017

PAGI YANG GUGUR PADA MATA YANG TERBUKA

Foto pribadi. Bukan bulan diatas kuburan, Juni 2017 Adalah dendam. Yang terus menerus mencari padam. Dan seperti harapan kosong : perahu kertasku karam di laut lepas yang jauh dari lelap daratan. Kusaksikan kapal-kapal itu. Sekoci yang khusyuk terbawa pejam. Semuanya berlayar dalam hening panjang. Ke mimpi yang entah. Sementara aku tertinggal di dermaga. Perahuku penuh lubang. Tukang kayu di kampung ini sungguh tak beralamat pasti. Enampuluh tujuh bintang sudah kuhitung dan belum ada yang datang. Kulihat rumahmu dari sini. Kau tertidur dengan sisa pelukanku tadi. Aku belum bisa kesana. Pagar yang akan kulompati sungguh teramat tinggi. Dan tentu saja: beresiko. Kuputuskan bercakap pada kucing hitam diantara tumpukan kayu dan menyapa orang-orang yang lewat menjaga pagi. Apakah aku sungguh masih bisa kembali ke kota itu. Atau paling tidak beranjak ke kota lain. Aku sungguh merindukan suasana hilang dan bertemu dengan diri sendiri. Aku benar-benar menginginkan arloji ya