buat Yeni Mutiara
Jogja malam itu sepi. Sepi dalam pengertian saya sendiri tentu saja. Lalu dengan segenap kesepian itu saya bersama kawan bergerak ke kedai kebun. Niat merayakan kesepian bersama musik puisi Ari Reda. Biar gembira.
Gembira sih memang. Tapi meskipun klise, kurang lengkap karena kamu tidak ikut. Saya ingat kita pernah gagal nonton konser ini. Kurang lebih setahun yang lewat. Saat kita tengah bersemangat-semangat niat membeli tiket. Yang tertulis: Sold Out.
Dan beberapa hari yang lalu lewat jejaring facebook, seorang kawan jauh memberitahukan Ari Reda akan menggelar acara mendadak konser di Jogja. Dan sialnya, kamu sudah balik. Iya. Saya lumayan kecewa. Dan kamu: lumayan kecewa banget.
Bukan bermaksud sok romantis. Hanya saja ketika lagu puisi "Di Restoran" dilantunkan, saya ingat kamu sering mendendangkan bait-bait ini di boncengan motor. Lagu puisi favoritmu tentu saja. Dan betapa kemudian lagu puisi "Pada Suatu Hari Nanti" selalu berhasil membawa kita pada refleksi atas sisa hidup dan cinta yang terus menjaga lewat apa saja dari kematian.
Ya. Total kurang lebih 15 lagu puisi dinyanyikan malam itu.
Dan selepas konser, saya sempatkan menghampiri Mbak Reda dan Mas Ari yang sedang membubuhkan tanda tangan untuk buku yang dibawa para penggemarnya.
"Mbak Reda boleh minta ucapannya bentar ya"
"Oke. habis ini ya"
Dan begitulah, Kurang lebih secara sangat singkat video itu terjadi. Hal yang hampir tidak pernah saya lakukan sebelum-sebelumnya.
Kemudian kembali soal umurmu yang bertambah dan berkurang dalam satu waktu ini. Saya teringat pada penulis yang novelnya sempat kamu baca sepintas: Mark Twain. Dia bilang di buku itu juga, "umur adalah harga tertinggi untuk membayar kedewasaan." Nampaknya itu juga bisa diartikan sebagai tantangan seberapa jauh kita mampu untuk membayarnya. Membayar tuntas usia-usia kita. Melewati hal-hal yang belum sempat kita kerjakan untuk kita sesali.
Pokoknya yang jelas, mari terus menjaga kehidupan, sebagaimana jantung. Merawat kehidupan, sebagaimana pohon-pohon. Mari berani jatuh dan bangkit lagi. Jatuh lagi. Berani lagi. Bangkit lagi. Sebagaimana ajaran dunia persilatan bahwa Pendekar yang tangguh menolak mati tanpa perlawanan.
Saya tahu. Saya belum bisa berbuat banyak. Hanya banyak ngomong dan kutip sana-sini. Bahkan, di tulisan yang singkat inipun saya kutipkan satu penggalan percakapan di novel Atheis karangan Adiat K Mihardja,
"Ya, Tin, umur manusia singkat, tapi kemanusiaan lama. Lupakanlah kesedihanmu itu dengan lebih giat lagi bekerja. Bekerja untuk kemanusiaan."
Bojonegoro, 26 Juni 2017
Nb.
1. Jangan lupa. Setiap ulang tahun kita. Selalu ada hak orang tersayang untuk mendapat traktirannya.
2. Masakan juga boleh
3. Jangan lupa beneran loh. Hahaa
Comments
Post a Comment