Oleh : MH
Maulana
Sebelum penulis
menceritakan setiap detailnya, perlulah kiranya saudara Irwan FA berterima
kasih kepada kita dulu (dengan mentraktir kopi beserta plus-plusnya) karena
telah membuat judul (yang dipaksakan)
seperti itu. Padahal penulis beserta tim (dalam hal ini mas MA Rahman) datang
ke kota mas Pelukis tersebut sebenarnya bertujuan untuk mengadakan riset dan
observasi mengenai ada tidaknya Indomart dan Lift disana (dan ternyata apa
sodara-sodara, kita tunggu jawabannya di belakang).
Oke lanjut,
perjalanan menuju kota industri kripik tempe ini tentu tidak mudah tapi juga
tidak sulit amat-amat. Diperlukan niat dan tekad bahwa kita akan ke Ngawi, itu
saja. Ditambah ada uang bensin dan uang nyemil diperjalanan (meskipun diperoleh
dari hutang). Oke?
Perjalanan
dimulai bersama tim pada pukul 14.23 dari kota Jogja, saat itu langit mendung
sama mendungnya dengan perasaan mas MA Rahman (Alah, Mon). sebelum
keberangkatan, kita sempatkan terlebih dahulu minum kopi KaGuGa (Kapal api,
gula, dan garam) alasannya biar kuat melek, karena tiga zat tersebut langsung
berkontraksi. Next, Panti Jomblo terhormat (kosnya mas Rendy) sudah kita
gembok, bekal (seadanya) sudah kita bawa, telinga sudah gak ketinggalan, helm
dipasang.
Ctek, brumm...
Brrruummm... Bbrruuumm....
Si Pixie (motor
vixion merah.nya mas D. Sandi) sudah
mengaum-ngaum seksi untuk bersiap menemani perjalanan kita. Tidak lupa Menggok
beli Rokok Apache kretek 20 yang 10.000 (Ai lop yu apachee).
"Bbrrruuuumm...
Brruuuumm..."
Jalan solo,
prambanan, klaten sudah terlewati. Tibalah kita di kota Solo. Yeah, Rencana
wisata kuliner disini ternyata gagal, karena pertimbangan akomodasi tidak
mencukupi. Tapi sungguh sangat tidak apa-apa.
Langit masih mendung,
bengawan solo mengiris kesunyian, tibalah kita di tengah kota. Tidak tahu dari
mana mulanya.
"Bruaakk"
Seorang ibu
paruh baya ditabrak oleh pengendara
motor xeon warna hijau. Langsung saja kita turun untuk mencoba menolong. Mas MA
Rahman memilih menunggu di motor sambil mengawasi motor xeon penabrak jika
sewaktu-waktu memilih kabur. Disinilah keheranan kami, orang-orang dipinggir
jalan justru bersikap acuh, diam saja, hanya beberapa yang mendekat, sedikit
sekali (Asu!). Ibu paruh baya tersebut merintih kesakitan di kedua tangan dan
kakinya. Tiba-tiba datang perempuan muda (Cantik sekali rek, sumpah) mendekat
membawakan air mineral supaya si ibuk bisa sedikit tenang (saya kok juga
kemudian merasa tenang. halah, Sen). Akhirnya lewat komunikasi dan negosiasi
dengan para penolong (disini kondisi si Ibuk masih kaget dan merintih
kesakitan), Penabrak memilih bertanggung jawab sepenuhnya. Penabrak sempat
ngobrol singkat dengan saya
"Iki piye
mas? Aku gak gowo duit." kata masnya
"Lah iku
mas, sing repot."
"Terus piye
mas?"
"Iyo mbuh
mas, pokok.e samean slesaikno apik-apik. Tanggung jawab tenanan. Ibuk.e
dikonconi. Engko neg urusan ambek polisi mundak tambah repot" (Husen sok-sok-an)
"Yoweslah
mas, ngunu ae. Iki mau kok yo pas aku gak gowo duit yo."
"Iyo
mas." (dalam hati saya, podo gak duwe duit.e)
Ibu Sumarni
(nama ibuk yang kecelakaan tadi) ditemani mas penabrak dengan becak menuju PKU untuk mengecek
terjadi apakah pada tubuhnya. Ternyata ketika si Ibuk ditanyai, suaminya
dimana. Suaminya ada di rumah, dengan kursi roda dan sulit untuk melakukan
apa-apa. Ya Alloh..., Cepat sembuh ya Pak, Buk.
Ketika saya mau
kembali ke motor, saya lupa. Haduh mbak perempuan tadi. Kok sudah hilang ya.
Padahal pengen minta nomer pin bbm.nya. Eh bukan, nomer hapenya. Haduh!
"Bbruuummm...
Bruuumm..."
Perjalanan
dilanjut lagi. Pixie kasih makan di pom bensin terdekat dulu. Ya, dan kita
sampai di kota Sragen. Mas MA Rahman memutuskan untuk jalan terus, kita
berhenti di ngawi saja. Langit masih mendung, tapi tidak sampai menangis.
"Brrruuumm...
Bruuuuumm..."
Yeyeye, Kita
sampai di perbatasan antara jawa timur dan jawa tengah (antara kota Sragen dan
Ngawi). Pukul 17:48, yoo Foto-foto dulu. Gapura megah, Jalanan melebar. Dan di
Langit, Senja. Subhanalloh, Cantik sekali. Dan Tiba-tiba saja kok kangen Jogja.
Duh!
"Brrruuumm...
Bruuuumm..."
Gapura kota
Ngawi sudah terlewati. Bersamaan dengan hitam yang mulai menyelimut cakrawala
malam. Yang khas dari ngawi adalah hutan jatinya. Seperti di lagu. Lihat ke
kiri, lihat ke kanan. Semua-muanya pohon jati. (Eh, Awas mon, belokan! | Oke
Sen, nyantae).
Malam semakin
gulita. Hutan jati pun semakin terasa hutannya. Kami heran, kok tidak ada
lampunya disini. Untung saja, di motor ada lampunya. Pixie terus melaju. Di
kanan kiri jalan nampak penjual karya
seni dari kayu. Bagus sekali. Dan bagusnya juga, perut kami kelaperan. Haduh
wan, Rumahmu mana, Wan? Ketika kami sudah hampir keluar dari jalanan hutan. Hal
yang tak disangka-sangka tiba-tiba terjadi dengan mas MA Rahman.
Bersambung...
Diketik dengan
Hp
Ngawi, Desember
hari 13, 2014
Comments
Post a Comment