Skip to main content

NGAWI ; DIMULAINYA SEBUAH WISATA HATI (bagian 2)

Nasi goreng yuhuu

inilah wajah sodara Irwan FA



Oleh : MH Maulana

"Kenapa Mon, Gakpapa?"
"Aduh, sakit Sen"
"Kasih air ya Mon?"
"Iya, sini"
"Udah keluar belum Mon?"
"Belum"
"Kasih air lagi"

Kurang lebih seperti itulah dialog yang terjadi ketika tiba-tiba ada seekor binatang kecil bersayap (kalau tidak salah, namanya "mimik") bertamu di bola mata mas MA Rahman. Entah apa yang dicari oleh binatang kecil tersebut  (yang jelas bukan airmata). Lewat operasi amatir tangan(seni)nya mas Rahman. Kira-kira Lima menit Kucek-kucek. Bilas. Kucek-kucek. Jemur. Eh, bukan. Akhirnya binatang kecil tersebut bisa keluar dengan selamat dari kelopak matanya mas Rahman. Alhamdulillah, kata mas Rahman. Yarkhamukulloh, ujar saya.
Perjalanan pun dilanjutkan kembali.

Brrruuumm... Bruuuuumm...

Kami semakin memasuki jantung kota Ngawi. Nampak di kanan jalan, Monumen Raden soerjo berdiri tegap. Menurut catatan sejarah, raden soerjo adalah gubernur jawa timur pertama sekaligus tokoh gubernur pertama yang terbunuh ditengah hutan oleh orang yang tak dikenal --ada yang bilang pembunuhnya adalah PKI. Duh, Pak Soerjo (Ayo Mon, hormat dalam hati. grakk)

Brrruuumm... Bruuuuumm...

Beberapa puluh menit kemudian. Jam menunjukkan pukul 19.37 WIB. Hore, ketemu juga. Yuhuu. Pada awalnya kami  memang kesulitan mencari tempat dimana mas irwan FA menunggu, tapi berkat tekhnologi ghaib Hape yang batrenya sudah berkedip-kedip, kami pun berhasil menemukannya.

Kesan pertama melihat wajah gamblusnya justru membuat kami semakin lapar. Dan beruntung sekali, disamping kanan mas Irwan terdapat tulisan "Nasi Goreng". Duh, maka hanya ada satu kata : MAKAN!
Inilah kuliner pertama kami di Ngawi. Nasi Goreng pemadam kelaparan. Nah!

Setelah makan, kami lanjutkan perjalanan. Kira-kira Lima menit kemudian, kita akhirnya sampai di rumah Mas Irwan. Disini suasana sepi dan damai sekali. Terlebih setelah mendapati bahwa kondisi bapaknya mas Irwan sudah membaik.  (selain jalan-jalan, tujuan kami kesini yang utama adalah untuk silaturrahmi dan menjenguk bapaknya mas Irwan yang kabarnya seminggu yang lalu dirawat di rumah sakit). Kami duduk santai. Ngobrol seputar asal daerah, kampus, dan kesehatan. Sampai mas Irwan datang menyuguhkan kopi. Pas lah pokoknya.

Malam itu, kami menata tempat tidur di bekas kamar mas Irwan. Lalu ganti celana dengan sarung. Sejurus kemudian kita menyusun rencana penculikan. Eh, bukan. Maksutnya rencana dua hari kedepan. Bisik-bisik. Tengok kanan tengok kiri. (wis ah, gak usah dramatis). Yes, rencana sudah tersusun. Sekarang waktunya memejamkan mata. Dalam hitungan ketiga, anda akan tidur. Satu, dua, ...

Zzz... Zzz...

Keesokan paginya, kami terbangun. pagi sekali. Sholat shubuh yang hening. Matahari belum sempat muncul. Burung-burung berkicau. Diluar rumah ibuk-ibuk sudah menyapu halaman. Embun masih menempel di daun-daun. Dan ada sesuatu yang terasa damai sekali --seperti Cinta.

Irwan memasak nasi dan mie instan. Saya membuat hal yang paling wajib : Kopi hitam ala chef MH maulana.

"Srruputt... Sruppuuut"

Setelah ngopi pagi, sarapan, dan mandi (sumpah rek, Aku mandi. Gak bohong deh) kita berangkat menuju rumah ibunya mas Irwan.

Brruumm... Bruuuumm...

Setengah jam perjalanan santai, akhirnya kita sampai. Nama daerahnya Jogorogo. Masih ngawi tentunya. Disinilah kami tahu bahwa mas Irwan memang punya keturunan darah seni dari keluarganya. Ibunya adalah seorang penyulam handal. Hal ini nampak dari Empat karya Sulaman apik yang berbentuk lukisan dan kaligrafi pada sisi-sisi dindingnya.

Disini kami mendengar nasehat, wejangan, dan pesan untuk terus bersemangat mencari Ilmu sekaligus tekun beribadah. Beberapa menit setelah berbincang-bincang, acara dilanjutkan makan (lagi). Oke, siapa takut.
Kali ini, kuliner kedua Ngawi, Nasi Kari Ibunda (Irwan). Mantap!

Perjalanan berikutnya, ke Rumah Mbah Kakung  Irwan. Sembari Irwan mengantar Ibunya ke bantu-bantu acara mantenan. Kami disuruh menunggu di Kedai Pentol Corah (Wauw, makan lagi. Okelah). Perlu sodara-sodara ketahui bahwa pentol corah adalah salah satu jajanan khas daerah se-karisidenan Madiun (Ngawi, Magetan, Madiun, Nganjuk). Pentol corah ini terkenal dengan bentuknya yang menyerupai irisan kentang kotak-kotak --yang menjadi ciri khas adalah rasa Pedasnya yang bikin kipas-kipas. Dan memang benar, setelah kami pesan Dua porsi untuk bertiga (Saya, Irwan, dan Temon). Kami langsung saja berkeringat kepedesan. Sip lah. Kuliner ketiga Ngawi, Pentol Corah. Joss!

Brruuummm... Bruuuuumm...

Perjalanan kali ini lebih asyik. Kami melewati jalanan dimana permadani sawah padi terhampar luas. Tegap kokohnya gunung Lawu menjadi kerinduan tersendiri. Petani mencangkul. Anak-anak berangkat mengaji. Kambing-kambing berlarian. Sepertinya tidak berlebihan Cak Nun menyebut hal-hal seperti itu sebagai "Indonesia bagian dari desa saya"

Dan Kami telah sampai ke rumah Mbah Kakungnya Irwan. Senyum ramah langsung menenangkan hati kami. Tawa orang tua --Tawa rendah hati dan bijaksana. Ketika langkah kaki sampai disini awal perjalanan hati kami semakin terasa. Nanti, apa yang kami lakukan bersama keluarga mbah Kakung membuat kita sadar bahwa Ngawi bukan sekadar nama Kota saja.

Bersambung...



Diketik dengan Hp, Awal Perjalanan menuju Jogja. 14 Desember 2014 

Comments

Popular posts from this blog

Marathon Pertama, Akhirnya

Langit masih gelap. Ribuan orang berbondong-bondong mengenakan pakaian yang semarak dan outfit lari yang lengkap. Mereka semua, dan saya juga, ini rasa-rasanya termasuk sebagian besar orang-orang yang rela tidur sebentar, menempuh perjalanan jauh, berlatih cukup keras, berharap-harap cemas saat undian acak kelolosan, dan mengeluarkan biaya untuk menyakiti diri sendiri demi berlari puluhan kilometer.  Saya berjalan beriringan bersama yang lain menuju garis start. Ada suasana haru, merinding, cemas, bangga, bahagia, dan semangat yang bercampur di sana, seperti potongan perasaan yang melebur halus dan lembut dalam blender jiwa. Sembari melewati jalanan aspal di kompleks candi, rindang pepohonan, dan basah rerumputan setelah hujan, saya mencoba mengingat bagaimana ini semua dimulai.  Saat itu, akhir tahun 2022. Saya mencoba berlari menggunakan aplikasi pengukur waktu, jarak, dan kecepatan dari Nike. Sebelumnya, setelah saya mengalami gejala covid-19 dan mengisolasi diri dua minggu...
PETILASAN ANGLING DHARMA DAN NYAI AMBARWATI Oleh MH Maulana             Desa Bendo, kecamatan Kapas, Bojonegoro menyimpan sebuah tempat unik, mistik, damai, sekaligus kaya sejarah. Tepatnya di sisi waduk Bendo. disana terdapat sebuah tempat Pamoksaan dan petilasan prabu angling dharma da nyai ambarwati. Sebuah tempat menyerupai labirin dengan hiasan batu-batu dan atap dari ilalang kering membuat suasana petilasan terasa rindang dan tenang. Selain itu disisi petilasan ini terdapat waduk bendo yang merupakan tempat pemancingan gratis dengan pemancing yang tak pernah sepi tiap harinya.             Menurut keterangan juru kunci, pak ali. tempat petilasan ini dulunya adalah tempat dimana prabu angling dharma bertemu pertama kali dengan nyai ambarwati dan saling menumbuhkan benih-benih cinta. Selain itu terdapat pula pohon bambu lumayan tinggi yang dipakai sebagai rumah poh...

Selamat 76 tahun, Tuan Haruki!

Pertama sekali saya ucapkan kepada tuan: Selamat atas capaian usia ini! entah itu berarti apa, saya selalu mendoakan yang terbaik bagi tuan. Kalau tidak ada tuan Haruki Murakami, saya tidak bisa membayangkan kehidupan seperti apa yang akan saya jalani. Seperti yang pernah tuan katakan dalam ‘What I Talk When I Talk About Running’, “Hingga saat ini, hidupku—walaupun tidak cukup untuk bisa dikatakan memuaskan—bisa dibilang cukup menyenangkan,” tulis Tuan. Setiap mengingat tuan, saya akan selalu ingat bagaimana semua ini dimulai. Saat itu, tahun 2013, hujan baru saja berhenti. Malam seperti baru saja menghempaskan udara baru yang sempat tertahan. Udaranya begitu segar seperti baru saja terlahir dari bawah tanah selepas menampung guyuran deras air selama berjam-jam. Saya tiba-tiba saja secara acak menemukan buku tuan bersampul biru dengan judul Dunia Kafka yang dicetak tebal. Ketika saya mulai membacanya pada halaman-halaman awal ada perasaan ganjil, apa maksudnya gaya cerita ini. Bocah ...