Skip to main content

PESAN TIDAK TERKIRIM

Apa kabar waktu yang lalu?
Aku kangen,

Duh, sudah lama sekali loh --Iya, padahal kita itu ya lumayan sering bertemu. tapi kok aku selalu menjadi orang lain saat bersamamu dan --sekaligus-- bersama yang lain. He'em, mungkin ini yang dimaksud dramaturginya goffmen mengenai Interaksi adalah kesan yang disengaja. Tapi bersamamu, kadang aku bingung --juga sangat mungkin tiba-tiba menjadi bodoh. Saat bersamamu, kadang aku kok merasa harus menceramahimu tapi kok ternyata justru menikmati cerita-cerita kurang penting dan kekanak-kanakanmu.

Loh ya, Aku kok tiba-tiba kangen beneran

kamu sudah makan? Lagi nonton filem? Atau lagi memikirkan seseorang?

"Mbuh lah"

Kadang aku punya keinginan aneh. Iya, keinginan untuk bisa berubah wujud. Jadi angin, hujan, burung gereja, cicak, atau apapun lah. Yang penting bisa masuk kamarmu atau sekadar lewat jendelamu.

"Buat apa?"

"Ya, buat memastikan kamu baik-baik saja. Atau setidaknya aku tahu kamu lagi ngapain."

"Iya, tapi buat apa?"

"Buat merawat rahasia"

"Rahasia apa?"

"Loh ya, kalau aku cerita kan gak jadi rahasia"

Kamu itu sulit dimengerti, dipahami, dan dijabarkan. Memang, kamu bukan rumus dan teori. Tapi kamu bisa --tiba-tiba-- membuat aku pusing, membuat aku salah tingkah, dan membuat aku bahagia.

Hemm, Kamu masih mau ngopi berdua lagi gak ya? Kita dulu sering banget loh. Tapi aku selalu menjaga jarak dan rahasia, bisa jadi juga kamu. Ya, kita tidak pernah membicarakan masalah perasaan, khususnya cinta. Apa sebenarnya memang tidak ada perasaan diantara kita? Ah, Lupakan!

Hari ini, tidak tahu kenapa. Aku tiba-tiba kangen kamu. Padahal mestinya banyak juga yang harus aku pikirkan dan kerjakan selain kamu. Iya, contohnya saja naskah teater yang belum diketik, cerpen yang alur ceritanya masih dalam kepala, terus tulisan mengenai catatan kepergian seorang teman, dan beberapa catatan besar mengenai marxisme, komunisme, beserta tragedi 1965. Duh, Sok-sokan banget aku ya? Dan aku tidak pernah cerita ke kamu. Iya, mungkin nanti cerita. Tapi kapan-kapan yaa

Mungkin kalau kita berdua ngopi aku akan cerita.

"Cerita apa?"

Banyak hal, itupun kalau aku tidak keburu menikmati obrolan kekanak-kanakanmu. Karena --seringnya-- aku sudah lebih dulu masuk obrolan dunia kekanak-kanmu. Dan --tentu saja-- aku tidak jadi cerita

Padahal aku ingin cerita tentang Empat petani yang ditahan di penjara gara-gara mempertahankan tanahnya, dimana hal itu menjadi ironis karena terjadi di kota yang --katanya-- dipimpin raja adil dan makmur, lalu tentang bulan mei dengan segala ambisi dan keinginan. Kamu tahu kan? Atau mungkin belum tahu lengkap. Bahwa Satu mei adalah hari Buruh dengan segala sejarah dan perjuangan panjangnya sampai hari ini. Disusul dua mei yang menjadi hari pendidikan --yang mestinya-- untuk membebaskan setiap kemanusiaan dan kebodohan sekaligus pembodohannya. Dan yang tidak kalah penting juga. Bahwa mei -- terutama tanggal 13 dan 21-- adalah hari menolak lupa. Tanggal-tanggal perlawanan mahasiswa yang bertaruh dengan kata-kata dan keteguhan idealismenya, meskipun tidak sedikit yang --hari-hari ini-- akhirnya menjual prinsip dan sejarah hidupnya untuk kebobrokan birokraksi penguasa. Meskipun juga tidak bisa dipungkiri, banyak mahasiswa hilang di tahun penentuan (1998) itu, luka jiwa luka raga, dan terbunuh untuk menumbalkan nyawa dirinya. Kalau mau ditarik lebih jauh, sepanjang tahun 1965 sampai 1998, negara kita adalah pembunuh keji yang juga mengajak masyarakat yang tidak tahu untuk membunuh orang-orang tak berdosa. Kurang lebih dua juta manusia hanyut di sungai tanpa kepala, dilempar ke jurang, dikubur hidup-hidup, dan diasingkan dari hak kemanusiaannya. Tragis memang, lebih tragisnya kita diajarkan untuk menyebut pembunuh itu sebagai pahlawan. Agus noor mungkin benar. iya, pahlawan adalah pecundang yang bernasib baik.

Tuh kan, aku jadi cerita banyak. Kamu udah ngantuk? Atau keburu pulang? Atau mungkin banyak sms dan telfon di hapemu yang belum kamu perhatikan?

Segala yang atas nama kemanusiaan. Selalu pantas untuk diperjuangkan. Itu juga yang membuat aku besok ingin merencanakan acara kebudayaan. Seperti diskusi baik komunitas, kampus, atau organisasi --yang harus jelas-- memihak dan turun langsung ke rakyat. Lalu perpustakaan rakyat, laboraturium rakyat, dan pentas seni di sekolah pinggir sungai untuk membuat anak-anak sekaligus pengajar --atau siapapun lah yang bernaung dalam kerja keroyokan kerakyatan-- mencipta daya ketrampilan progresif dan berkebudayaan, seperti Penyair membaca sungai, Lukisan membaca sungai, dan Pentas membaca sungai.

Ah, aku terlalu banyak keinginan yaa. Sok revolusioner. Haduh, padahal aku bukan siapa-siapa dan --tentu saja-- belum punya apa-apa. Dan --yang paling jelas-- selalu suka menunda-nunda.

Tapi aku kangen kamu. Iya, kangen sekali. Kadang aku ingin sekadar mengajakmu makan, minum kopi, atau bahkan hanya duduk-duduk tanpa tujuan. Tapi aku terlalu tidak peka. Iya, aku juga sering khawatir kalau saja kita terlalu banyak bersama, kita sama-sama tidak bebas menjadi diri kita masing-masing. Juga masih banyak hal yang harus aku --dan kamu-- lakukan dan pikirkan untuk setiap kemanusiaan dengan jalannya masing-masing.

Aku percaya kangen memang liris, apalagi ditambah gerimis.

Kamu sehat kan? Ingat, jangan telat makan dan jangan sering tiduran sambil membiarkan laptopmu menyala.

Atau kamu memang sudah benar-benar akan beranjak tidur?

Yaudah, mimpi indah ya!

"Oh ya"

"Apa lagi?"

"Lampunya belum dimatikan"


Diketik dengan hape, Kos Tuing, 15 Maret 2015

Comments

Popular posts from this blog

Marathon Pertama, Akhirnya

Langit masih gelap. Ribuan orang berbondong-bondong mengenakan pakaian yang semarak dan outfit lari yang lengkap. Mereka semua, dan saya juga, ini rasa-rasanya termasuk sebagian besar orang-orang yang rela tidur sebentar, menempuh perjalanan jauh, berlatih cukup keras, berharap-harap cemas saat undian acak kelolosan, dan mengeluarkan biaya untuk menyakiti diri sendiri demi berlari puluhan kilometer.  Saya berjalan beriringan bersama yang lain menuju garis start. Ada suasana haru, merinding, cemas, bangga, bahagia, dan semangat yang bercampur di sana, seperti potongan perasaan yang melebur halus dan lembut dalam blender jiwa. Sembari melewati jalanan aspal di kompleks candi, rindang pepohonan, dan basah rerumputan setelah hujan, saya mencoba mengingat bagaimana ini semua dimulai.  Saat itu, akhir tahun 2022. Saya mencoba berlari menggunakan aplikasi pengukur waktu, jarak, dan kecepatan dari Nike. Sebelumnya, setelah saya mengalami gejala covid-19 dan mengisolasi diri dua minggu...
PETILASAN ANGLING DHARMA DAN NYAI AMBARWATI Oleh MH Maulana             Desa Bendo, kecamatan Kapas, Bojonegoro menyimpan sebuah tempat unik, mistik, damai, sekaligus kaya sejarah. Tepatnya di sisi waduk Bendo. disana terdapat sebuah tempat Pamoksaan dan petilasan prabu angling dharma da nyai ambarwati. Sebuah tempat menyerupai labirin dengan hiasan batu-batu dan atap dari ilalang kering membuat suasana petilasan terasa rindang dan tenang. Selain itu disisi petilasan ini terdapat waduk bendo yang merupakan tempat pemancingan gratis dengan pemancing yang tak pernah sepi tiap harinya.             Menurut keterangan juru kunci, pak ali. tempat petilasan ini dulunya adalah tempat dimana prabu angling dharma bertemu pertama kali dengan nyai ambarwati dan saling menumbuhkan benih-benih cinta. Selain itu terdapat pula pohon bambu lumayan tinggi yang dipakai sebagai rumah poh...

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se...