Skip to main content

CERITA ULANG TENTANG TAHUN

https://www.instagram.com/p/BQj1eV5hWVU/
Buat Uci

Perempuan itu melihat malam sebentar lagi jatuh. Pandangannya menyapu sekeliling. Kota-kota memang selalu begitu. menyimpan misteri perihal masa lalu yang beragam dan masa depan yang belum pasti. Dilihatnya lagi langit malam yang mungkin benar-benar akan jatuh tersebut. Hitam. Kosong. Dan mungkin ada kehidupan dibaliknya. Perlahan dia tarik nafas cukup panjang. Lalu dia hembuskan cukup lama. Dan dia tersenyum. 

Barangkali memang pemandangan yang biasa. Perempuan itu berkerudung hitam dengan setelan gelap. Sesekali tangannya memainkan gawai. Diingatnya segala hal yang telah lewat dan pandangannya menerawang jauh pada hari esok yang entah. Angin cukup kencang malam itu. Musim kemarau telah tiba. Segala yang hidup selalu bersiap dengan perubahan yang ada. Yang tiba-tiba. 

Dia sadar betul. Dalam hitungan jam usianya sebentar lagi akan bertambah sekaligus berkurang dalam satu waktu. Sedari pagi, dia sudah menyiapkan doa-doa. Ya. Semacam sesuatu hal yang berasal dari bumi untuk diterbangkan ke angkasa. Ada yang bilang tanggal yang terulang ketika seseorang dilahirkan akan membuat langit membuka pintu-pintu dan jendelanya. Membuat sesuatu yang entah itu bisa sampai pada ruang misterius yang ada disana. 

Dia melakukan itu. Dalam pejam. Dan pada hitungan detik yang kesekian, dia membuka mata. Dan dia tersenyum kembali. 

Suatu hari, di masa yang jauh. Para orang tua meminjam nama-nama pada langit untuk disematkan pada bayinya. Perempuan itu mendapat antrian yang baik untuk namanya. Nama perempuan itu terselubung kecantikan dan kemurnian. Mungkin juga selalu diselimuti kejelitaan. Kelak, ketika jabang bayi mulai tumbuh. Setiap tanggalnya terulang, dia harus mengirimkan sesuatu pada langit. Sesuatu itulah yang orang-orang mengenalnya sebagai doa. Sebagai wujud syukur. Juga suka cita. Biar air hujan tidak dibalas dengan air mata.

Sementara merenung, perempuan itu berencana membuat suatu hal yang akan dia capai sampai esok terulang lagi tanggalnya. Berarti satu tahun lagi. Dia berencana untuk menyusunnya dengan sederhana. Masuk akal. Dan bukan diluar jangkauan kepalanya. Dia nampaknya juga meyakini kata-kata tersebut, bahwa orang akan lebih menyesal atas apa yang tidak sempat diperbuatnya daripada yang telah diperbuatnya.

Dia yakin akan menjadi semakin baik. Saya pun meyakini demikian. Dan sahabat-sahabatnya juga. Karena barangkali hanya keyakinan yang selalu berhasil memenangkan keterbatasan. Hanya keyakinan yang membuat manusia percaya pada kekuatan Tuhan. 

Saya pun sebenarnya ingin bilang pada perempuan itu. Dia harus menjadi lebih berani. Ali bin abi thalib pernah bilang, "Orang yang terlalu memikirkan akibat dari sesuatu keputusan atau tindakan, sampai kapan pun dia tidak akan menjadi orang berani". Senada dengan hal tersebut, Filsuf romawi kuno, Seneca juga menegaskan, "Bukan karena hal itu sulit sehingga kita tidak berani ; tapi karena kita tidak berani sehingga hal itu menjadi sulit."

Tapi hal tersebut tidak jadi saya ucapkan pada perempuan itu. Saya tidak mau lebih menggurui. Meskipun saya juga ingin bilang pada perempuan itu untuk menjadi pemaaf yang tangguh. Berlapang dada. Seperti garam yang dilemparkan ke danau. Luas airnya mampu menerima apa saja. Bukan berkecil hati seperti gelas kecil yang akan menjadi asin akibat genggam garam yang tak seberapa. Namun, apa boleh buat, segala pernyataan tersebut toh hanya saya pendam saja. Apalagi saya berencana mengucapkan selamat untuk tahunnya yang terulang secara terlambat. Ya kira-kira tiga sampai empat hari setelahnya. 

Dia --perempuan itu-- kini mungkin telah tertidur. Saya tahu ini Klise, saya ucapkan untuknya selagi terlelap. Selamat ulang tahun ya. Semoga panjang umur. Sehat selalu dan senantiasa sering berbahagia. 

Dan kemarin. Sebelum dia benar-benar tertidur. Pada saat tanggalnya terulang. Yang luput disaksikan orang-orang. Dia berdoa kembali. Lebih dalam. Menyebut beberapa kalimat dan menutupnya dengan begitu khidmat syukur dan khusyuk atas nama indah yang dimilikinya. 

Dia eja namanya,

"S u c i  I n d r i y a n i"

Dan yang saya tahu dia adalah adik dari pacar saya sendiri. 


Bojonegoro, 10 Juli 2017





Comments

Popular posts from this blog

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se

Kau, Cahaya

Di hadapan pintu kebahagiaan. Kesedihan menyeruak, membawa pedih, menggigilkan tubuh waktu sebelum keberangkatan. Segala yang bernyawa, berujung tiada. Pada keheningan itu, sebelum maut. Nama umat yang kau sebut Seorang penyair melagukannya. Sebatang pohon kurma menangis, tatkala kau pergi. Air matanya luruh melebur embun shubuh. Kesejukan pagi itu, angin yang berhembus di sekitarnya, dan tangis yang belum berhenti, seperti pertanda perasaan kehilangan, yang akan selamanya. Tapi mengapa nama umat yang kau sebut, bukan sorga, juga bukan Tuhan yang menciptakan semuanya, saat kematian itu tiba?  Kau manusia. Mengembala. Berniaga. Bersedih dan bercanda. Dan di hatimu, terbuat dari apa relung sanubari itu, begitu hidup, begitu luasnya. Begitu jernih, menarik semuanya.  Kau yang penuh cinta.  Cahayamu terbit dari kegelapan suatu masa. Pendarnya membuat orang-orang menghampirimu. Bahkan di hari lahirmu, orang yang kelak sangat membencimu, pernah begitu bahagia. Ia haru, ia merdeka

Selamat Ulang Tahun, Istriku

Beberapa puisi ini untukmu.   /1/. Pohon-pohon meranggas di sekujur tubuhnya,  usia dan waktu  berkejaran.  pernah kita memandanginya  di sana-sini  menghitung hari-hari  yang ditinggalkan hujan.  kita terus saja berbicara  menginginkan suatu hari  hanya angin, dingin,  dan luasnya cakrawala.    kau sandarkan kepalamu  di pundakku  tangan kita berpegangan.  Rasanya seperti  menggenggam erat seluruh isi dunia ini.    /2/. Cat yang belum kering  wangi ini akan selalu kuingat  dengan cara terbaik  yang kumiliki.    saat itu, dinding kusam  tubuhnya mengelupas  oleh lupa  dan terabaikan.    kita mengingat suasana  yang kita inginkan  sebelum bulan berganti  dengan penyesalan.    kuas menyapu sekeliling  menghapus kesedihan,  dan dendam  di balik pintu.    perlahan, udara baru  masuk dari ruang tamu  untuk tinggal  dan menetap.    dunia ini bukan ruang tunggu kita memang sengaja diundang  untuk berbahagia.   /3/. Kacamata di atas meja    seringkali aku menemukannya