Skip to main content

Cinderella; Setelah Pesta Dansa dan Hal-hal lainnya

Claude MonetThe Woman with a Parasol, 1886

Besok, hari-hari akan berjalan seperti biasa. Dan perlahan, pasti, perubahan terjadi di dalamnya.

Dua kelelawar berterbangan dari pohon cemara mengiringi gadis yang berlari itu. Sepatunya ia jinjing sembari beberapa kali kakinya menginjak ranting kering. Perasaannya baru saja begitu bahagia, namun tiba-tiba kini telah berubah menjadi kesedihan tak terkira. Air matanya tak henti menetes. Cinderella membatin, mengapa kesedihan dan kebahagiaan begitu berbatas tipis. 

Ia masih mengingat semuanya. Gemerlap lampu itu. Dansa yang rasanya seperti mimpi namun kaki-kakinya sangat terasa menginjak tanah, senyum lelaki itu, dan semuanya.

Kini ia berada di bawah pohon yang asing, cahaya rembulan yang bersinar penuh membuat air matanya berangsur jatuh lagi. Pelan. Keindahannya bertubrukan dengan peristiwa yang beberapa menit sebelumnya begitu membahagiakan. 

Cinderella akhirnya tiba di rumah. Bukan di negeri dongeng. Tapi di kehidupan nyata. Bukan pula dengan ibu tiri atau dua saudari tiri yang membencinya, tetapi dengan ibu dan bapak yang begitu mencintainya. 

Dia pulang dengan perasaan kesal setelah penampilannya cukup mengalami kendala. Meskipun demikian, ide dan alur ketika dia menyampaikan cerita dan menggunakan kostum terbilang menakjubkan di tahun yang seremaja itu. 

Kembali ke dunia dongeng, Cinderella memandangi sepatu kacanya dengan perasaan ganjil. Gaun terbaiknya telah lenyap, namun sepatu itu tetap bercahaya seperti memang akan terus begitu selamanya. Ia mengingat lagi lelaki itu. Rambutnya, matanya, seperti lanskap nyata yang hadir dan hidup di hadapannya. Ia merebahkan tubuhnya di atas kasur yang usang itu. Matanya tak kunjung terpejam. Terdengar suara langkah memasuki rumah. Ibu tiri dan saudarinya telah pulang. Pintu kamar Cinderella pun dibuka. Seketika ia berpura-pura lelap dalam tidurnya yang pulas. Pintu ditutup kembali. Cinderella mencoba membawa semua ingatan indahnya itu untuk ditenggelamkan dalam mimpi. 

Terlalu banyak kata-kata di dunia ini. Dan tidak sedikit bisa begitu tergetar dan berubah karenanya.

Dia, perempuan itu hidup dengan keyakinan yang cukup teguh. Dia menjalani hari-harinya dengan penuh kepercayaan bahwa dunia memang akan mampu digenggamnya. Dia kelak akan begitu bahagia mengingat masa-masa itu. Masa ketika dia berjuang cukup keras untuk menikmati dunia imajinasi dalam kehidupan para penyihir di Hogwarts, dia begitu ingin mengarungi langit lewat sapu terbang yang ia begitu berharap bisa sedikit menerbangkannya. Dan besok, dia menjalani harinya lagi, membenci para penjahat yang begitu ingin dunia dikuasainya sendiri. 

Sementara saat pagi hampir tiba, Cinderella terbangun dengan kesadaran bahwa dunia dongeng yang nanti menjadikannya putri terbaik bukanlah jalan hidup yang ia inginkan. Ia tanggalkan sepatu kaca itu di bawah ranjang. Ia keluar dari rumah untuk merasai pendar matahari yang akan terbit. Harum embun menguar dalam nafas yang menyejukkan, aroma tanah basah, rumput musim semi, merdu beberapa kicau burung. Ia sampaikan ucapan terimakasih pada orang yang telah menulis kisahnya. Ia juga berterimakasih pada seorang perempuan remaja yang berusaha menampilkan kisahnya dalam cara yang berbeda. Ia mengucapkan terimakasih kepada apa saja. Terutama kepada hidup yang membuat ia dikenal dalam berbagai perkembangan masa. Ia akan menjalani kehidupan yang akan ia tentukan sendiri. 

Sementara perempuan itu, telah memasuki beberapa pintu sekaligus. Pintu yang mengantarnya pada beberapa hal yang saling terhubung dengan yang lain. Dia merasai kehidupannya bertambah pada beberapa dunia yang dia jalani. Dia memiliki cinta yang baik, yang menumbuhkan harapan dan menyembuhkan rasa sakit. Dia bisa mengarungi lautan hari esok itu. Sebab berbagai pengalaman telah menajamkan matanya, menguatkan langkahnya, membuat hatinya begitu bahagia dengan hal-hal yang barangkali begitu sederhana.

Manusia seringkali membenarkan dirinya, tetapi kenyataan tidak, ia benar dengan sendirinya.

Cinderella melangkahkan kakinya menuju utara. Tempat yang jarang ia kunjungi. Ia sadar betul bahwa kisahnya telah berubah. Ia telah simpan kenangan pada pangeran itu sebagai bagian indah dalam cerita yang diketahui orang tentang dirinya. Ia mungkin nanti akan menemukan cinta yang lain pada seorang pedagang, pengrajin, penyair yang miskin, atau bahkan tidak menikah sama sekali, ia sudah tidak peduli dengan semua itu. Ia akan mencoba memedulikan dirinya dengan kepedulian yang terhubung dengan sesama manusia yang lain, yang ia bisa saling bekerja sama dengan usaha untuk saling melengkapi dan menguatkan. Tepatnya kebersamaan, ia menginginkan itu.

Pada perempuan yang itu, mungkin kini dia sedang berada dalam salah satu momen terbaik kehidupannya. Memang belum terlihat ideal secara langsung, tetapi matahari butuh putarannya yang tidak sebentar untuk menyeimbangkan musim. Dia meneguhkan jiwanya pada dunia baru yang membawa harapan, toh dunia lamanya juga tidak begitu saja ditinggalkan. Dia cukup pandai berhitung. Dia orang yang pantas untuk berada dalam barisan perubahan. Dia, terus belajar agar dunia dan orang-orang baik tidak meninggalkannya, dia terus juga belajar, menjadi kenyataan dari mimpi-mimpinya 

Pasar mulai riuh. Cinderella tiba dengan tubuhnya yang kelelahan. Pakaian dan rambutnya juga terlihat berantakan, namun kecantikan dan kegigihan sikapnya lebih mendominasi. Ia teringat ayahnya memiliki sahabat di tempat itu. Ia mengerahkan ingatan masa silamnya untuk menemukan kedai kopi dengan tanduk banteng di atas pintunya. Setelah cukup lama berkeliling, ia menemukan kedai yang memang mirip dengan yang terbayang di pikirannya. Seketika Cinderella menyebut nama ayahnya pada pemilik kedai itu. Pemilik kedai kopi itu terdiam sesaat. Ia lalu menyebut nama ayah Cinderella beberapa kali seperti sahabat lama yang begitu merindukan sosok kawan seperjuangan. Cinderella mengawasinya dengan perasaan yang cukup diliputi tanda tanya. 

"Ayahmu adalah pemimpin kami di masa pemberontakan itu. Kami menganggapnya sebagai sahabat dekat dan juga guru. Kami kehilangan kabarnya setelah ia dan istrinya pamit untuk berobat di selatan. Mereka memiliki penyakit yang belakangan kami tahu bahwa itu sulit disembuhkan." 

Cinderella seperti ditarik oleh kenyataan baru yang mengejutkannya. Ayahnya, ibunya, pemberontakan, penyakit. Ia merasa seperti bayi baru lahir yang diajak mengenal nama-nama baru tentang kenyataan dari dunia. Cinderella dengan segala kejujuran yang ia miliki, menceritakan semuanya. Ia menyimpulkan bahwa keputusan ayahnya menikah lagi adalah untuk dirinya. Harapan ayahnya untuk dia bisa tetap mendapat kasih sayang dari seseorang yang bernama ibu. Air matanya menetes. Untuk kesekian kalinya, ia semakin yakin bahwa kenyataan memang adalah guru terbaik, meskipun cara mengajarkannya seringkali dengan cara yang tak terduga. 

Pemilik kedai itu, dengan serpihan ingatan yang disusunnya, dengan mata yang menerawang jauh, menceritakan bahwa ayahnya adalah seseorang yang cerdas, tegas, memiliki kegigihan prinsip namun juga lucu serta konyol. 

"Ayahmu memaksa kami di tengah belantara untuk tetap belajar, kami dihukumnya karena malas sehingga tidak kunjung bisa membaca, namun setelahnya ia memasak hidangan yang cukup istimewa untuk kami. Ayahmu juga yang beberapa kali memimpin kami pada rute yang keliru, ia seperti merasa tidak bersalah, namun ia tetap menunjukkan tanggung jawabnya dengan malu-malu. Ayahmu mengajarkan kami bahwa hanya bekerja sama yang akan menyelamatkan umat manusia. Sekali saja orang itu menginginkan keuntungan yang banyak untuk dirinya sendiri, maka itu berarti pula ia sedang menggali lubang kuburnya sendiri".

Pemilik kedai itu banyak bercerita. Cinderella begitu menyimak setiap perkataannya. Di relung jiwanya, kenangan ayah, kegigihan prinsip, dan api semangat terlihat menyala-nyala. 

Tahun-tahun menambah usia dan sekaligus menguranginya dalam satu waktu. 

Perempuan itu, memiliki babak-babak penting kehidupannya yang mungkin tidak dimiliki setiap orang. Dia adalah orang yang berjuang dan mencintai perjuangan. Dia memang beberapa kali teledor dan ceroboh, juga pelupa, manusiawi. Tapi dia memiliki genggaman erat pada harapan. Dia memiliki keberanian atas keyakinan pada hidup yang dia pilih. Meskipun terkadang surut, kepercayaan yang menguatkannya membuatnya menjadi serupa matahari. Dia barangkali juga sebuah misteri, menyimpan rahasia, menampilkannya dalam keseharian yang seperti biasa saja. 

Dia, perempuan itu, sebenarnya mampu menjadi bagian dari penggerak sejarah dalam ruang tertentu yang ia berperan di dalamnya. Dia cukup mengerti cara bekerja sama, dan dia sebisa mungkin menghindari permusuhan, meskipun dia tahu betul bahwa mustahil tidak terhindar dari hal itu. 

Perempuan itu, di lain sisi, memang cukup menyebalkan, tapi sayangnya dia masih lumayan pandai berhitung. Dan hitungannya dalam hal ini, ingat, belum tentu selalu tepat. 

Dan di Utara, pemilik kedai dan Cinderella masih terus saling berbicara dan mendengarkan. Pemilik kedai kini memasuki cerita tentang ayah dan ibunya di tengah perjuangan yang kelompoknya lakukan untuk membangun kekuatan menghadapi penguasa yang lalim serta suka merampas tanah rakyat tersebut. 

"Mula-mula mereka, ayah dan ibumu, memang terlihat saling mencintai sebelumnya, namun mereka tak langsung buru-buru mengucapkannya di awal. Ayahmu memang pandai, tapi ibumu tak bisa begitu saja diremehkan. Mereka bisa bertikai dan cukup kekanak-kekanakan sekali rasanya ketika kami melihat itu. Namun ayahmu selalu berusaha memberikan perhatian terbaiknya setelah itu, meskipun ibumu seperti biasa saja, tetapi ia begitu menyukai perlakuan semacam itu."

Cinderella tertawa malu mendengar cerita itu. Pemilik kedai mengerti itu. Mereka tertawa bersama-sama. Pemilik kedai melanjutkan, 

"Mereka terlibat dalam pembagian tugas yang penting. Ayahmu merencanakan strategi menyerang pelan, caranya adalah membangun peningkatan giat ekonomi dan pendidikan di tengah penduduk. Ibumu menghitung kemampuan dan memberikan beberapa usulan teknisnya. Kami juga ikut berdebat dan meramaikan diskusi. Kami semua percaya, bahwa nafas panjang perjuangan adalah hal yang penting untuk dijaga dan selalu diteruskan, dengan cara yang tepat, apapun yang terjadi."

Cinderella merasai kenyataan itu begitu dekat di hadapannya. Ia tak lagi peduli gaun ajaib yang bisa mengubahnya menjadi putri paling cantik dalam sejarah umat manusia, apa artinya itu semua tanpa merasai kegembiraan dan kesedihan manusia yang lain. 

Ia, Cinderella menawarkan diri untuk berharap menjadi bagian dari perjuangan itu, apakah masih berlanjut, sudah selesai, atau bagaimana. Ia juga berkeyakinan bahwa ayahnya tentu mengharapkan saat ini terjadi. Waktu ketika kenyataan mempertemukan kepentingan dan keharusan untuk memperjuangkan kemanusiaan dalam perhitungan yang tepat. 

"Tapi, Paman. Aku masih sangat awal sekali. Aku tentu nanti akan sangat merepotkan paman dan yang lain. Aku bahkan memang sedang dalam semangat yang membara, tetapi tidak tahu harus berbuat apa".

"Hei, Cinderella, kamu adalah anak dari kawan terbaikku yang juga kuanggap sebagai anakku sendiri. Tinggallah bersama kami. Istriku tentu akan sangat senang melihatmu. Mendiang ayah dan ibumu itu adalah bagian penting dari perjuangan kita semua. Istirahatlah terlebih dahulu, setelah ini keponakanku akan datang untuk mengantar roti. Ia juga sebagai wakil kepala bagian strategi kebudayaan dalam kelompok kita. Nanti selepas dia mengantar roti, kamu bisa ikut bersamanya pulang ke rumah, akan kukenalkan, dan kamu bisa berdiskusi dengannya." 

Cinderella mengangguk. Mereka masih terus saling bercerita. Pemilik kedai itu seperti baru saja bertemu anaknya yang telah terpisah bertahun-tahun lamanya. Di jeda obrolan itu, pintu kedai terbuka. 

"Kiriman roti, paman."

Cinderella melihat lelaki itu. Ia nampak seumuran dengannya. Mungkin lebih tua satu atau dua tahun. Entah mengapa, ia seperti ingin percaya begitu saja dengan lelaki itu. Apa saja tentangnya. Lelaki itu juga sepintas memandanginya. Ia tentu ingin tahu siapa gadis itu dan anehnya ia tiba-tiba ingin berbicara dan bercerita dengannya. 

Kita tahu, setelah itu cerita tentu akan terus berlanjut. Begitu juga hal-hal lainnya, perempuan itu, misalnya, tentu akan melanjutkan kehidupannya lagi, menjadi lebih baik, sehat, dan diberi perjuangan-perjuangan serta capaian yang lebih baik dalam setiap umurnya. 


Yogyakarta, 19 Desember 2020

Comments

  1. Ending yang membagong kan.... lanjutkan lagi bang....lagi mulai membayangkan eh malah berhenti..hihihi

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se

Kau, Cahaya

Di hadapan pintu kebahagiaan. Kesedihan menyeruak, membawa pedih, menggigilkan tubuh waktu sebelum keberangkatan. Segala yang bernyawa, berujung tiada. Pada keheningan itu, sebelum maut. Nama umat yang kau sebut Seorang penyair melagukannya. Sebatang pohon kurma menangis, tatkala kau pergi. Air matanya luruh melebur embun shubuh. Kesejukan pagi itu, angin yang berhembus di sekitarnya, dan tangis yang belum berhenti, seperti pertanda perasaan kehilangan, yang akan selamanya. Tapi mengapa nama umat yang kau sebut, bukan sorga, juga bukan Tuhan yang menciptakan semuanya, saat kematian itu tiba?  Kau manusia. Mengembala. Berniaga. Bersedih dan bercanda. Dan di hatimu, terbuat dari apa relung sanubari itu, begitu hidup, begitu luasnya. Begitu jernih, menarik semuanya.  Kau yang penuh cinta.  Cahayamu terbit dari kegelapan suatu masa. Pendarnya membuat orang-orang menghampirimu. Bahkan di hari lahirmu, orang yang kelak sangat membencimu, pernah begitu bahagia. Ia haru, ia merdeka

Selamat Ulang Tahun, Istriku

Beberapa puisi ini untukmu.   /1/. Pohon-pohon meranggas di sekujur tubuhnya,  usia dan waktu  berkejaran.  pernah kita memandanginya  di sana-sini  menghitung hari-hari  yang ditinggalkan hujan.  kita terus saja berbicara  menginginkan suatu hari  hanya angin, dingin,  dan luasnya cakrawala.    kau sandarkan kepalamu  di pundakku  tangan kita berpegangan.  Rasanya seperti  menggenggam erat seluruh isi dunia ini.    /2/. Cat yang belum kering  wangi ini akan selalu kuingat  dengan cara terbaik  yang kumiliki.    saat itu, dinding kusam  tubuhnya mengelupas  oleh lupa  dan terabaikan.    kita mengingat suasana  yang kita inginkan  sebelum bulan berganti  dengan penyesalan.    kuas menyapu sekeliling  menghapus kesedihan,  dan dendam  di balik pintu.    perlahan, udara baru  masuk dari ruang tamu  untuk tinggal  dan menetap.    dunia ini bukan ruang tunggu kita memang sengaja diundang  untuk berbahagia.   /3/. Kacamata di atas meja    seringkali aku menemukannya