Skip to main content

KETIKA JOGJA MEMBOSANKAN ; AKU KANGEN RAI-RAIMU, CUK


Tiga hari liburan --sementara-- UAS membuat suasana Jogja --sangat-- tidak asik. Sumpah! Bagaimana semangat sekadar menyapa matahari di luar kamar berasa seperti filsuf sartre ketika berteriak orang lain adalah neraka. Aih!

Entahlah, cuaca Jogja barangkali memang sedang bipolar disorder, hujan dan panas terjadi secara tiba-tiba --pun seperti tanpa tanda-tanda.

"Yok opo kabarmu, Mbot? Wis ngopi durung?"

Jogja semakin ramai. Rencana AdvenTouring tiga hari untuk mencoba angin dan dingin di perbukitan Menoreh Kulon progo gagal. Ditambah Suasana Jogja yang membosankan ini parahnya dibarengi UAS dan hari Libur UIN yang nanggung. Fak lah pokok'e. Gak ngunu, Cil?

Ketika saya sedang semangat bermalas-malasan inilah tiba-tiba wajah kalian yang imut-imut nggateli tiba-tiba muncul seperti pelangi di dalam kamar kos-kosan (kos-kosan teman tentunya, karena sampai detik ini status saya adalah no maden semenjak pisah ranjang tapi tetap satu hati dengan Ucil). Maka, ketika saya teringat wajah kalian, saya pertama tentu mengucap Astafiruwoh yang dilanjutkan dengan Ayat Kursi. Biar saya tidak sawanen.

"Yok opo kabarmu ambek keluargamu, sehat-sehat ae ta?"

Ini sudah tahun 2015. Saya yakin kalian pasti sudah semakin tua, beruban (seperti mas kiai solihul umam al-biliatti), dan ingat umur. Dan tentunya juga ingat bahwa kiamat 2012 yang sempat heboh 3 tahun yang lalu adalah kabar dzoif plus mardud (neg bahasa pondokan).

"Ayok ngopi nang WTS"

"Gak ngaji ta?"

"Gak"

"Yowes, ayo budal"

Sudah berapa lama kita tidak menggosop (baca: mencuri terhormat) seragam lagi untuk berangkat sekolah, ngrasani pak tari dan ning Lakha, ngutang di mak kantin, ndelok bioskop nang kelas, bertapa sambil khataman di kantor osis, ngerokok di kelas, toilet, kantin, sampai aula, tiduran menggalaukan perempuan di serambi Masjid, dan --yang sudah pasti-- Nggandol mania kemana-mana.

"Jancok, kangen kon-kon aku"

Saya sedikit ingat bahwa mas advada Wafa alias Limbat kemarin sepertinya baru saja ulang tahun (kira-kira minggu awal januari neg gak salah). Wah, semakin tuo awakmu Fa. Pokoke panjang umur, ileng umur, dan pacar barumu iku dijogo sing tenanan. Mari kita mengheningkan cipta sambil meniup korek masing-masing. Fuh!

Pun sepertinya kedatangan rizki alias pak Wo ke Jogja kemarin sempat membuat saya sedikit bahagia, pasalnya dia tidak sendirian karena Ada nona kecil yang menemani. Sayangnya hari kedatangannya di Jogja bertepatan dengan jadual dinas (halah!) saya ke Banjarnegara. Jadi kita hanya sempat ngopi sebentar. Disini saya juga sedikit merengut. Pasalnya dia tidak membawakan saya soto terenak (ditambah gratis) se-Lamongan dari rumahnya. Haduh, Yo mambu to sen!

Ngomongin Lamongan ini masih ada mazda dan saipul alias piteng yang soulmate sejak dalam pikiran apalagi perbuatan. Heh, Isek podo ngaji to?

Tidak kalah penting juga adalah sodara seper-sarung-an saya, Afif alias Ibles dari Tuban. Nampak dari pantauan pesbuk, dia adalah manusia tersubur tahun ini. Perut --kandungannya-- makin besar, rezekinya pun semakin lancar, kuliahnya yang (sok) ekslusif juga semakin membanggakan. Saya kurang tahu nasib kucing dan burungnya, tapi sepertinya kali ini dia tertarik dengan dunia politik, Ya, dia berencana menjadi Hokage Konoha tahun depan. Ayo blis, traktiren aku maneh!

Dan lawannya ibles adalah wagok atau habib dari sidoarjo yang sebentar lagi diangkat menjadi menteri hadroh nasional. Ayo gok! Ojo rokokan malboro ae!

Membicarakan Tuban, pun saya jadi ingat juga dengan Rofik, Aam, Cempreng, dan Umam, Para pemuka Jamissbon dengan jargon "Ora kabeh wong Tuban doyan tuak"

Kabar angin pantai utara menceritakan bahwa Seniman macam Rofik telah berencana menggondrongkan rambutnya sampai kaki sebagai mas kawin untuk "arek'e". Undangane Fik, tak tunggu! Lalu Aam alias Ambon yang sepertinya dia kini menjadi semakin filosofis dan progresif sehingga membingungkan teman ngopinya, Cempreng pun sepertinya juga ikut bergelut dengan hal yang sama. Yakni dunianya Pram, Tan Malaka, Gie, sampai Marx. Jajaran wong Tuban ini dilanjutkan oleh satu Orang tuban yang mungkin masih "Suci", siapa lagi kalau bukan mas kiai solihul Umam Al-Biliatti, santri Langitan yang kemana-mana selalu berpeci dan berpakaian rapi. Padahal kita dulu adalah Alumni pengamen jalanan Surabaya yang terlibat insiden kamera dengan pondok putri, mungkin ketika besok kita bertemu, kita akan saling mengkafirkan dan kemudian tertawa cekikikan. Ai lof yu adikmu pokoke, Mam!

"Awas, pak sihab teko"
"Piye blis, pak takim"
"Sen, digoleki bu Nunuk"
"Ayok nang Cak Sol"
"Piye ning Laha. Hahaha"
"Wi-Fi-an nang Islamic center ae"
"Ayok nang mbah Wahab"
"Filem sang pencari kok sangar"
"Hore, muleh isuk"

Kita sungguh tak pernah tahu nasib MAN Tambakberas tanpa kita

"Blis, oleh salam teko A..."
"Mam, digoleki A..."
"Fa wafa, iki sms.e U..."
"Sen, L... Pye?"
"Mis, iki teko gone P..."
"Fi kafi kae loh V..."
"Cil ditelpon T..."
"Ndo grendo haibara R... Yok opo?"
"Ton, mbuh ambek sopo asline awakmu?"

Saya tiba-tiba larut. Lupa jogja sama sekali. Sangat banyak tentu yang ingin saya tuliskan, mungkin nanti. Terlebih perempuan-perempuan Bahasa, Teater merak, dan Osis yang tentu kini sudah semakin cantik dan tua (hehe). Saya selalu berharap bahwa kalian semua sangat baik-baik saja. Amin

Buat Misbah, selamat ya tonggoku. Katanya kamu terpilih jadi presiden reuni alumni. Semoga pemilihanmu kemarin tidak sampai membuat koalisi "merah muda" dan "indonesia heran" ingin membuat Ketua tandingan.

Buat Kafi, saya selalu menunggumu datang ke Jogja. Ngopi dan membuat rencana konyol bersama. Saya juga belum sempat membuatkan tulisan khusus tentang kamu. Sudahlah, kita sok yakin saja. Bahwa besok sujiwo tejo tak ada apa-apanya dengan kita. Duh, nggaya!

Buat orang-orang Jember semacam Faiz alias Grendo dan Munir. Ayo, semangat. Kalian generasi dengan tangan kiri terkepal yang siap menjungkirbalikkan Raung (tapi ojo dipek, durung tak unggahi soale) dan menunjukkan bahwa Jember itu merah, Jendral!

Buat mantan ketua osis kita Mas Lahij yang kemarin sempat mempermasalahkan Natal dan saya tetap mengucapkannya kepada orang-orang tercinta. Terlepas saya liberal atau salaf, saya pokoknya tetap punya keyakinan bahwa karena saya telah ikut bernatal ria, besok santa klaus akan memberikan hadiah saya ongkos naik haji. Piss mas!

Buat Didin yang kemarin jadi Aji yang sok cool di filem sang Pencari. Semangat ya buat menghadapi perjuangan "Hubbul waton minal Iman" hehe

Buat Toni yang sekarang entah sedang galau atau tidak. Yang pasti Jogja kangen suara motormu lagi!

"Kita adalah manusia-manusia sombong yang begitu mengharap barokah tapi suka tiduran di kelas dan pacaran di luar kelas"

Buat SANPALA tersayang, Pondok telah menjadikan kita pengembara yang sempat hilang di gunung Panderman saat pertama kali mendaki, menginjak puncak welirang dan angkuhnya Arjuna, menyusuri LINDRI, sampai kedinginan di Lawu. Tendane nang Jogja rek, neg muncak nang kene ae yo. Hehe!

Kita juga sempat menjadi pengamen (tidak) terhormat diantara kediri, doly, sampai Wonokromo. Saya kini menyesal. Mengapa saya tidak menulis konyolnya perjalanan kita dulu. Karena Ingatan suka berkhianat, kata mas Nuran Wibisiono. Tapi tulisan seringkali abadi.

Terakhir, saya pokoknya kangen. Pengen saling sok-sokan maneh. Dan kalimat penutupnya adalah,

"Piye rek, Utang nang mak kantin wis podo mok lunasi ta durung n gosip reunian iku sidone piye?"


Diketik dengan hape, Jogja setelah hujan. Sambil masih mikir besok ngumpulin tugas atau enggak, tapi kayaknya enggak. Jalanan basah hari ke-12 januari 2015.

Comments

Popular posts from this blog

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se

Kau, Cahaya

Di hadapan pintu kebahagiaan. Kesedihan menyeruak, membawa pedih, menggigilkan tubuh waktu sebelum keberangkatan. Segala yang bernyawa, berujung tiada. Pada keheningan itu, sebelum maut. Nama umat yang kau sebut Seorang penyair melagukannya. Sebatang pohon kurma menangis, tatkala kau pergi. Air matanya luruh melebur embun shubuh. Kesejukan pagi itu, angin yang berhembus di sekitarnya, dan tangis yang belum berhenti, seperti pertanda perasaan kehilangan, yang akan selamanya. Tapi mengapa nama umat yang kau sebut, bukan sorga, juga bukan Tuhan yang menciptakan semuanya, saat kematian itu tiba?  Kau manusia. Mengembala. Berniaga. Bersedih dan bercanda. Dan di hatimu, terbuat dari apa relung sanubari itu, begitu hidup, begitu luasnya. Begitu jernih, menarik semuanya.  Kau yang penuh cinta.  Cahayamu terbit dari kegelapan suatu masa. Pendarnya membuat orang-orang menghampirimu. Bahkan di hari lahirmu, orang yang kelak sangat membencimu, pernah begitu bahagia. Ia haru, ia merdeka

Selamat Ulang Tahun, Istriku

Beberapa puisi ini untukmu.   /1/. Pohon-pohon meranggas di sekujur tubuhnya,  usia dan waktu  berkejaran.  pernah kita memandanginya  di sana-sini  menghitung hari-hari  yang ditinggalkan hujan.  kita terus saja berbicara  menginginkan suatu hari  hanya angin, dingin,  dan luasnya cakrawala.    kau sandarkan kepalamu  di pundakku  tangan kita berpegangan.  Rasanya seperti  menggenggam erat seluruh isi dunia ini.    /2/. Cat yang belum kering  wangi ini akan selalu kuingat  dengan cara terbaik  yang kumiliki.    saat itu, dinding kusam  tubuhnya mengelupas  oleh lupa  dan terabaikan.    kita mengingat suasana  yang kita inginkan  sebelum bulan berganti  dengan penyesalan.    kuas menyapu sekeliling  menghapus kesedihan,  dan dendam  di balik pintu.    perlahan, udara baru  masuk dari ruang tamu  untuk tinggal  dan menetap.    dunia ini bukan ruang tunggu kita memang sengaja diundang  untuk berbahagia.   /3/. Kacamata di atas meja    seringkali aku menemukannya