Skip to main content

BUAT ZAHRA


;Tahun yang berulang

Kata itu,
Kangen

Merupa Lampu

pada hari
ketika tertanggal
dari lahirmu
yang suatu hari
aku tak ingin
punya adik laki-laki

sebab ibuk
membuatku khawatir
jika
aku tak lagi dimanjanya

pun Abah
yang bisa saja 
pada hari yang nakal,
aku dipukulnya

Tapi, takut telah
melumut
yang dilahap habis
ikan pembersih kaca

di suatu hujan yang reda
pada bulan Desember,
ketika hari begitu
dingin
di Sekolah,
telfon berbunyi

"Perempuan"

dan Suara
telfon itu,
menjadi bisik terhangat,
yang kemudian
juga mengabarkan
ibuk baik-baik saja

aku melihatmu

"Ciluk Ba"

Sungguh bola matamu
yang mungil,
belum mampu
ku
terjemahkan
menjadi
luas dunia
mu
ketika kecil

Aku hanya,
bisa bahagia
melihatmu perempuan
yang mulai
tak lagi aku ingat
apa alasannya

Perlahan sekali
kau tertawa
sebelum
kau
sendiri tahu
kalau,
itu namanya tertawa
atau kau

--jangan-jangan--

hanya tak mau mengatakannya

hari
pun sudah
mulai menahun

dan kau
mulai takut
kucing
seperti ibuk

pun kau
mulai doyan
kopi,
sepertiku
dan mbah kakung

--yang Ibuk selalu takut kau tak bisa tidur, Sebab rewelmu menjadi obat melek paling mujarab

lalu, kau
mulai cerewet
menirukan imam
--Maghrib-- di Mushola
membaca Al-Fatihah
dengan suara cempreng
mu
ketika menyebut R
yang minimal menjadi L
tapi,
yang terjadi
justru menjadi Y

juga gayamu
--Yang dikisahkan ibuk mirip gayaku

mengikuti shubuh
yang kantuk

dimana sujud,
menjadi
tidur
yang ketika
mata terbuka

kita sudah di rumah saja

lalu seperti biasa,
Pagi
yang menjelang sekolah

"Buk, Maem"

dan Ibuk
selalu menjadi
Koki
nomer satu,
di Dunia

yang bukan
hanya karena
enaknya,
tapi
itulah,
yang menjadi
rindu
paling berselera
dimanapun
lapar berada

dan di Malam
yang kau sulit tidur

"Ayok, bubuk"

kubelai rambutmu
--yang kita
pernah mengukur, Lebih panjang rambut siapa--
Sampai datang ngantukmu

dan bulan
pun
juga menahun

yang aku tahu,
Ibuk pasti berpuasa
karena dia
tak pernah
lupa
kalau kita
pernah dikeluarkan
dari perut
yang sama

kini, Kau
yang ulang tahun
justru aku
yang dapat
kadonya

adalah Kangen

yang ketika kubuka
disimpannya banyak
ingatan
bahwa
aku begitu
takut
sendirian,
lampu mati,
dan
kehilangan masa lalu

aku jadi ingat,

sekarang musim
hujan,
apa
kau sudah mengajak
Abah melihat
banjir
di sawah?

Titip salam ya,

Kangen

"Apa, Mas?"

"Kangen"





28 Desember 2014
Semoga ulang tahun. selamat panjang umur, Dek.
Tiup lilin dari jauh

--dari Jogja

Comments

Popular posts from this blog

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se

Kau, Cahaya

Di hadapan pintu kebahagiaan. Kesedihan menyeruak, membawa pedih, menggigilkan tubuh waktu sebelum keberangkatan. Segala yang bernyawa, berujung tiada. Pada keheningan itu, sebelum maut. Nama umat yang kau sebut Seorang penyair melagukannya. Sebatang pohon kurma menangis, tatkala kau pergi. Air matanya luruh melebur embun shubuh. Kesejukan pagi itu, angin yang berhembus di sekitarnya, dan tangis yang belum berhenti, seperti pertanda perasaan kehilangan, yang akan selamanya. Tapi mengapa nama umat yang kau sebut, bukan sorga, juga bukan Tuhan yang menciptakan semuanya, saat kematian itu tiba?  Kau manusia. Mengembala. Berniaga. Bersedih dan bercanda. Dan di hatimu, terbuat dari apa relung sanubari itu, begitu hidup, begitu luasnya. Begitu jernih, menarik semuanya.  Kau yang penuh cinta.  Cahayamu terbit dari kegelapan suatu masa. Pendarnya membuat orang-orang menghampirimu. Bahkan di hari lahirmu, orang yang kelak sangat membencimu, pernah begitu bahagia. Ia haru, ia merdeka

Selamat Ulang Tahun, Istriku

Beberapa puisi ini untukmu.   /1/. Pohon-pohon meranggas di sekujur tubuhnya,  usia dan waktu  berkejaran.  pernah kita memandanginya  di sana-sini  menghitung hari-hari  yang ditinggalkan hujan.  kita terus saja berbicara  menginginkan suatu hari  hanya angin, dingin,  dan luasnya cakrawala.    kau sandarkan kepalamu  di pundakku  tangan kita berpegangan.  Rasanya seperti  menggenggam erat seluruh isi dunia ini.    /2/. Cat yang belum kering  wangi ini akan selalu kuingat  dengan cara terbaik  yang kumiliki.    saat itu, dinding kusam  tubuhnya mengelupas  oleh lupa  dan terabaikan.    kita mengingat suasana  yang kita inginkan  sebelum bulan berganti  dengan penyesalan.    kuas menyapu sekeliling  menghapus kesedihan,  dan dendam  di balik pintu.    perlahan, udara baru  masuk dari ruang tamu  untuk tinggal  dan menetap.    dunia ini bukan ruang tunggu kita memang sengaja diundang  untuk berbahagia.   /3/. Kacamata di atas meja    seringkali aku menemukannya