Skip to main content

SUDAHLAH : Semacam Satire

Kan sudah berkali-kali aku katakan, berjuang itu tidak enak. Kamu sih tidak gampang percaya. Lebih enak itu melakukan yang pasti-pasti saja. Perjuanganmu itu butuh waktu lama, keburu kamu tua dan hasilmu pun tak seberapa.

Kamu kok ngeyel sih, mau nulis puisi perjuangan atau cerpen perlawanan. Percuma! Lebih asik nulis puisi percintaan lalu cerpen perkelaminan sambil asik-asik di kamar dan tiduran. Ah, apalagi buat nyenengin pacar dan balikan sama mantan. Kalau yang ditulis soal rakyat terus isinya cuma kemiskinan dan kemelaratan. Buat apa! Toh keadaan memang begini adanya.

Atau kamu mau belajar membaur dengan masyarakat. Halah, buat apa. Lebih nikmat tidur dan ikut seminar motivasi penambah harta. Pokoknya kita fokus cari duit yang banyak saja. Masyarakat nanti pasti akan ikut kamu kalau kamu punya banyak duit dan membagi-bagikannya.

Apa? Kamu mau golput? Haha. Basi. Ayo memilih saja. Toh kamu nanti akan dikasih posisi yang enak dan duit yang bisa membuatmu tidur nyenyak. Memangnya sistem politik sebusuk itu. Tidak kan? Bukankah partai-partai itu memang berjuang untuk rakyat? Tidak hanya mencari duit dari modal-modal yang membuatnya bisa berdiri kokoh memegang daulat.

Oh, soal pertemanan. Kan aku dulu juga sudah bilang. Berteman itu sama yang penting dan kalau ada butuhnya sajalah. Jangan berteman dengan yang susah, nanti kamu ikut susah. Lebih baik tunggu saja temanmu yang sedang berjuang sekeras tenaga itu. Nanti kalau berhasil, temani dia. Kalau tidak, tinggalkan saja. Tidak usah kau tanya kabarnya dan dia sedang butuh bantuan apa. Karena nanti kalau dia cerita, hanya tambah menyusahkan kita saja.

Oh. Dia mengkhianati janji. Kan wajar. Kita harus saling mengkhianati. Buat apa jujur dan komitmen, nanti kita malah rugi dan hancur. Dunia semakin kejam, kita pun harus bersikap demikian.

Lalu temanmu pergi satu persatu. Ya pasti lah. Kan kamu semakin tidak memanjakan mereka. Dan mereka juga malas menemani perjuanganmu yang penuh resiko dan ketidaknyamanan itu. Kamu itu loh bisa terkenal. Terima saja tawaran pemodal-pemodal kaya itu. Buat apa menghabiskan waktu untuk mengajak teman-teman terdekatmu mandiri dan berdiri di kaki sendiri.

Kamu juga sudah sering ngasih kepercayaan kan, tapi mereka mengabaikannya. Lalu kamu tidak capek untuk kembali mengajak mereka. Mestinya kamu menyerah, buat apa coba. Mending kamu ngurusin diri sendiri saja, jadi penjilat atau penggunjing sana-sini. Mungkin itu bisa sangat menyenangkan hati.

Tapi kamu masih ngotot berjuang. Kamu kok nggak sadar-sadar sih. Kamu itu nggak punya apa-apa. Buat apa belajar bersama mereka tentang kelas pokok negeri kita, Buruh dan petani. Lalu kamu juga bilang bahwa kelas menengah, seperti mahasiswa dan pegawai mudah terombang ambing dan terjebak tipu daya. Dan kamu juga nyerocos tentang pentingnya menghargai mogok kerja buruh dan usaha petani mempertahankan lahan. Halah. Mending belajar cara cepat hidup kaya. Bukankah kalau kita kaya semua urusan bisa berjalan lancar dan sejahtera.

Dan lagi. Jangan banyak baca buku. Capek. Tau nggak. Lebih enak nonton video atau sinetron. Lebih enak lagi sambil main game online yang bisa menghasilkan uang berjuta-juta. Buku itu cuma trend masa lalu. Sekarang zaman sudah berubah. Kita tidak boleh menyerah dan kalah. Kita harusnya bersaing sampai tidak terasing, katanya mau melawan asing.

Jadi kamu tidak kehilangan niat? Masih mau berjuang? Kamu beneran mau hidup susah? Kamu sih sok ngomong proses itu penting. Berkesenian lah memperjuangkan pendidikan lah. Beragama lah. Menjaga lingkungan lah. Kamu loh tidak dapat keuntungan materi kan. Yang ada kamu malah rugi waktu dan tenaga.

Baiklah. Kalau kamu tetap mau seperti itu. Aku peringatkan sekali lagi ya. Nanti bisa jadi tidak akan ada seseorang yang mendampingimu. Hidupmu terlalu jauh dari gemilang harta. Mungkin kamu akan punya banyak pengalaman dan karya. Tapi buat apa. Kamu tidak akan mengisi rutinitasmu dengan hotel mewah dan restoran cepat saji. Kamu akan tua dan melihat temanmu yang berkhianat itu nyerocos di layar televisi. Kamu mungkin cukup bahagia dengan satu istri, rokok kretekmu dan kopi, tapi bagiku itu kurang. Kamu mestinya punya banyak istri, banyak selingkuhan, dan banyak istri simpanan. Sehingga duniamu benar-benar menakjubkan.

Sudahlah. Aku capek menasehati kamu. Kalau kamu berubah pikiran. Bilang ya.

Niscaya aku, kekayaan yang penuh kepalsuan dan kebohongan yang penuh penderitaan ini siap untuk menyambutmu.

Diketik dengan hape. Rumah baca Codhe, penghujung November 2015


Comments

Popular posts from this blog

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se

Kau, Cahaya

Di hadapan pintu kebahagiaan. Kesedihan menyeruak, membawa pedih, menggigilkan tubuh waktu sebelum keberangkatan. Segala yang bernyawa, berujung tiada. Pada keheningan itu, sebelum maut. Nama umat yang kau sebut Seorang penyair melagukannya. Sebatang pohon kurma menangis, tatkala kau pergi. Air matanya luruh melebur embun shubuh. Kesejukan pagi itu, angin yang berhembus di sekitarnya, dan tangis yang belum berhenti, seperti pertanda perasaan kehilangan, yang akan selamanya. Tapi mengapa nama umat yang kau sebut, bukan sorga, juga bukan Tuhan yang menciptakan semuanya, saat kematian itu tiba?  Kau manusia. Mengembala. Berniaga. Bersedih dan bercanda. Dan di hatimu, terbuat dari apa relung sanubari itu, begitu hidup, begitu luasnya. Begitu jernih, menarik semuanya.  Kau yang penuh cinta.  Cahayamu terbit dari kegelapan suatu masa. Pendarnya membuat orang-orang menghampirimu. Bahkan di hari lahirmu, orang yang kelak sangat membencimu, pernah begitu bahagia. Ia haru, ia merdeka

Selamat Ulang Tahun, Istriku

Beberapa puisi ini untukmu.   /1/. Pohon-pohon meranggas di sekujur tubuhnya,  usia dan waktu  berkejaran.  pernah kita memandanginya  di sana-sini  menghitung hari-hari  yang ditinggalkan hujan.  kita terus saja berbicara  menginginkan suatu hari  hanya angin, dingin,  dan luasnya cakrawala.    kau sandarkan kepalamu  di pundakku  tangan kita berpegangan.  Rasanya seperti  menggenggam erat seluruh isi dunia ini.    /2/. Cat yang belum kering  wangi ini akan selalu kuingat  dengan cara terbaik  yang kumiliki.    saat itu, dinding kusam  tubuhnya mengelupas  oleh lupa  dan terabaikan.    kita mengingat suasana  yang kita inginkan  sebelum bulan berganti  dengan penyesalan.    kuas menyapu sekeliling  menghapus kesedihan,  dan dendam  di balik pintu.    perlahan, udara baru  masuk dari ruang tamu  untuk tinggal  dan menetap.    dunia ini bukan ruang tunggu kita memang sengaja diundang  untuk berbahagia.   /3/. Kacamata di atas meja    seringkali aku menemukannya