Skip to main content

KOPI MAK'E


Namanya Kopi Mak'e. Warungnya sederhana. Fasilitasnya sederhana. Menu-menunya pun juga sederhana. Setiap pulang ke kampung halaman, saya pasti menyempatkan kesini. Jaraknya kurang lebih tujuh menit perjalanan motor dari rumah.

"Ayo Ngopi. Aku wis ng Mak'e iki"

"Oke. Otw"

Warung Kopi Mak'e adalah tempat andalan kami untuk berkumpul. Kami biasa menghabiskan waktu berjam-jam disana. Membicarakan masa kini yang kelewat santai atau masa lalu yang begitu damai.

"Mak. Kopi Pahit satu"

Itu menu andalan yang saya pasti pesan. Kopinya serius. Dibuat dengan tangan legenda. Saya selalu berhasil menghabiskannya hingga tandas. Saya salut dengan Mak'e. Beliau tetap bertahan dengan kopi bubuk asli rumahan dari maraknya warung kopi lain yang kopi hitamnya menggunakan kopi sachetan.

Mak'e pun begitu lihai meracik secangkir kopi. Meski sudah memasuki usia senja, tetap dijerangnya air. Disendoknya bubuk kopi dan gula. Lalu dipadukannya semua komposisi itu dalam cangkir kecil dengan seksama.

"Iki Mas, Kopine"

Aroma harum kopi langsung terhirup segar. Suasana santai. Sesap pertama, kedua. Pas. Tak ada lagi yang lebih baik dari itu. Pas. Dan begitulah Kopi Mak'e. Menjadi yang wajib dari pulang ke kampung halaman.

Kopi Mak'e kemudian menjadi jadual harian. Saya biasanya menikmati kopi pagi hari yang dibuatkan oleh ibuk. Lalu minum kopi juga dengan racikan sendiri di siang hari. Dan kemudian dilanjutkan kopi Mak'e di malam harinya. Barangkali kopi dan kehidupan akhirnya menjadi dua hal yang tak bisa dipisahkan.

Itu juga mungkin yang membuat penggemar Kopi Mak'e mewakili semua kalangan. Muda-Tua. Rakyat-Pejabat. Mahasiswa-Polisi. Pekerja-Pengangguran. Jomblo-Gagal move on. Semua berkumpul disana. Untuk Ngopi. Menyemil gorengan. Dan menenangkan pikiran.

Dengan satu kursi panjang didepan warung, satu kursi panjang didepan gerobak menu, Satu kursi panjang di pinggir gerobak menu, Lalu satu kursi panjang di tempat belakang. Dan beberapa buah kursi plastik tambahan. Membuat warung Kopi Mak'e dipenuhi pelanggan setianya. Ada yang ngobrol 'ngalor ngidul', Ada yang menggunjing. Dan ada yang hanya merenung. Semua itu jadi pemandangan yang nyata di warung Kopi Mak'E. Selain itu, Harga menu yang ditawarkan juga terbilang sangat murah.

Warung sederhana yang terletak di tikungan jalan raya masjid kecamatan Baureno kabupaten Bojonegoro itu buka mulai sore sampai dinihari. Warungnya kokoh dan sederhana berdiri. Warung Kopi Mak'e juga tak peduli dengan warung kopi lain yang mulai memasang Wi-Fi. Semua warung kopi ada kehidupannya masing-masing, begitu mungkin kata Mak'E.

Dan akhirnya malam semakin larut. Mak'e terlihat mengantuk. Dan beberapa pelanggan juga terlihat meninggalkan warung. Saya dan beberapa kawan juga akhirnya memutuskan untuk pulang. Suasana bertambah sepi. Suasana terbaik untuk merenung.

Aku teringat kamu, Dik. Ya. Kamu dan Kopi

Sebab aku meyakini, yang tersisa dari kopi bukanlah ampas, Tapi kecup bibirmu sebelum tandas. Jadi sudah boleh kan. Aku kopi padamu?

Diketik dengan hape. Kampung halaman. Minggu kedua Februari. 2016

Comments

Popular posts from this blog

Marathon Pertama, Akhirnya

Langit masih gelap. Ribuan orang berbondong-bondong mengenakan pakaian yang semarak dan outfit lari yang lengkap. Mereka semua, dan saya juga, ini rasa-rasanya termasuk sebagian besar orang-orang yang rela tidur sebentar, menempuh perjalanan jauh, berlatih cukup keras, berharap-harap cemas saat undian acak kelolosan, dan mengeluarkan biaya untuk menyakiti diri sendiri demi berlari puluhan kilometer.  Saya berjalan beriringan bersama yang lain menuju garis start. Ada suasana haru, merinding, cemas, bangga, bahagia, dan semangat yang bercampur di sana, seperti potongan perasaan yang melebur halus dan lembut dalam blender jiwa. Sembari melewati jalanan aspal di kompleks candi, rindang pepohonan, dan basah rerumputan setelah hujan, saya mencoba mengingat bagaimana ini semua dimulai.  Saat itu, akhir tahun 2022. Saya mencoba berlari menggunakan aplikasi pengukur waktu, jarak, dan kecepatan dari Nike. Sebelumnya, setelah saya mengalami gejala covid-19 dan mengisolasi diri dua minggu...
PETILASAN ANGLING DHARMA DAN NYAI AMBARWATI Oleh MH Maulana             Desa Bendo, kecamatan Kapas, Bojonegoro menyimpan sebuah tempat unik, mistik, damai, sekaligus kaya sejarah. Tepatnya di sisi waduk Bendo. disana terdapat sebuah tempat Pamoksaan dan petilasan prabu angling dharma da nyai ambarwati. Sebuah tempat menyerupai labirin dengan hiasan batu-batu dan atap dari ilalang kering membuat suasana petilasan terasa rindang dan tenang. Selain itu disisi petilasan ini terdapat waduk bendo yang merupakan tempat pemancingan gratis dengan pemancing yang tak pernah sepi tiap harinya.             Menurut keterangan juru kunci, pak ali. tempat petilasan ini dulunya adalah tempat dimana prabu angling dharma bertemu pertama kali dengan nyai ambarwati dan saling menumbuhkan benih-benih cinta. Selain itu terdapat pula pohon bambu lumayan tinggi yang dipakai sebagai rumah poh...

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se...