Skip to main content

JUMAT KONTEMPLATIF BERSAMA THE PANAS DALAM DI ALBUM MERUNDUK

"Apakah kita benar-benar bahagia dalam hidup?

Tuang Teh atau Kopimu. Lalu bersandar sejenak. Resapi perlahan Kemenanganmu mempertahankan hidup dari jumat-jumat sebelumnya : Bertahun-tahun lamanya. Ada nafas yang masih bisa kau hembus. Ada detak yang masih bisa terasa di degup jantung. Lalu lihat sekelilingmu. Pandang yang masih bisa disaksikan mata. Ruang yang masih bisa di-sentuh-sandar-kan tubuhmu. Orang-orang yang bisa kau tegur-sapa-cinta.

Dan diantara semua itu. Barangkali kau membutuhkan musik --yang oleh Saras Dewi katakan semua orang bebas beragama didalamnya. Maka putarlah lagu-lagu The Panas Dalam di album 'Merunduk'. Lihat bagaimana Pidi Baiq dkk mampu menjadi sangat kontemplatif dari lagu-lagu absurd-nakal-polos di albumnya yang lain. The Panas Dalam dengan 5 lagu di album ini bagai pengkhotbah tanpa banyak ayat. Bagai pengembara yang membuka suara terdalamnya pada hidup. Lagunya dalam tapi tidak menjerumuskan. Musiknya pun digarap dengan sungguh-sungguh. Dan Lirik lagu beserta beberapa penggal puisinya: Jujur dan membuka mata.

"Sesap Kopi atau tehmu lagi, sembari menyalakan pemantik untuk rokok mungkin"

Kemudian putar semua lagu The Panas Dalam di album merunduk lewat smartphone pemalas atau laptopmu. Kau akan dibawa berjalan-jalan pidi baiq dkk pada atmoshfir kontemplasi yang jauh sangat berbeda dari lagu-lagu panas dalam yang lain. Dimulai dari,

1. Aku Jatuh Cinta

Dengan Vokal Cewek yang sahdu dan lirik yang tidak cengeng, lagu ini berhasil menggambarkan cinta sebagai kegelisahan yang dialami oleh tokoh-tokoh besar. Seperti Sidharta, Ibrahim, dan Muhammad. Lagunya memang berdurasi cukup pendek tapi perenungan prosesnya tidak bisa dikatakan gampang,
...
Seperti Sidharta di rimba Bodhi
Seperti Ibrahim di gelap malam
...

2. Intropeksi 4 Menit

Ini lagu dengan lirik dan garapan musik hebat. Pidi Baiq dkk pun berhasil memadukannya dengan epik. Saya langsung suka ketika pertama kali mendengarnya. Dengan judul sederhana dan jujur, kita akan diingatkan oleh reffrain yang bisa terbawa sampai beranjak tidur,
...
Hidup adalah waktu tersisa
Di-isi sebelum kalah
...

3. Jangan Sombong

Ini lagu pelan dengan beberapa tiupan harmoni dan pembacan puisi yang kuat. Ada bait tentang kisah orang-orang besar yang akhirnya mengalami satu hal yang sama: Ya. Mati. Lagunya tak panjang, tapi cukup banyak untuk mengingatkan kita bahwa tak ada yang benar-benar abadi!
...
Diatas kita kini langit
Diatas kita nanti tanah
...

4. Manahemana

Masih lagu pelan, tepatnya lagu tentang kegelisahan. Pemilihan diksi untuk lirik lagu ini terbilang puitik dengan segala kesederhanaannya. Lagunya pun selalu enak didengar, meskipun diawal mungkin bisa dikesankan lagu yang biasa.

...
Serasa hujan
Airi kemarau yang panjang
Maka hidup baru kini
di lembah yang lengang
...

5. Setan Jahannam

Pidi Baiq memang cerdas. Ya. dia berhasil membuat Penutup yang cadas di album ini. Berbeda dari 4 lagu sebelumnya, di lagu ini kita dibuat berjingkrak-jingkrak dengan lagunya yang bertempo cepat. Liriknya cukup sederhana, tapi cukup sebagai pemungkas lagu-lagu sebelumnya yang sendu dan pelan. Ya. The Panas Dalam mengembalikan lagi pendengar musiknya, menghadapi dunia: menjalani kenyataan yang ada,

...
Ingin aku pergi walaupun jauh dari sini
Agar tidak mengganggu manusia di dunia
...

***

"Apakah banyak hal kecil yang bisa membuat kita bahagia dalam hidup?"

Selamat Jumat. Semoga berbahagia!


Diketik dengan Hape. Jogja. Pakem-Kalasan. Akhir Agustus, 2016


Comments

Popular posts from this blog

Marathon Pertama, Akhirnya

Langit masih gelap. Ribuan orang berbondong-bondong mengenakan pakaian yang semarak dan outfit lari yang lengkap. Mereka semua, dan saya juga, ini rasa-rasanya termasuk sebagian besar orang-orang yang rela tidur sebentar, menempuh perjalanan jauh, berlatih cukup keras, berharap-harap cemas saat undian acak kelolosan, dan mengeluarkan biaya untuk menyakiti diri sendiri demi berlari puluhan kilometer.  Saya berjalan beriringan bersama yang lain menuju garis start. Ada suasana haru, merinding, cemas, bangga, bahagia, dan semangat yang bercampur di sana, seperti potongan perasaan yang melebur halus dan lembut dalam blender jiwa. Sembari melewati jalanan aspal di kompleks candi, rindang pepohonan, dan basah rerumputan setelah hujan, saya mencoba mengingat bagaimana ini semua dimulai.  Saat itu, akhir tahun 2022. Saya mencoba berlari menggunakan aplikasi pengukur waktu, jarak, dan kecepatan dari Nike. Sebelumnya, setelah saya mengalami gejala covid-19 dan mengisolasi diri dua minggu...
PETILASAN ANGLING DHARMA DAN NYAI AMBARWATI Oleh MH Maulana             Desa Bendo, kecamatan Kapas, Bojonegoro menyimpan sebuah tempat unik, mistik, damai, sekaligus kaya sejarah. Tepatnya di sisi waduk Bendo. disana terdapat sebuah tempat Pamoksaan dan petilasan prabu angling dharma da nyai ambarwati. Sebuah tempat menyerupai labirin dengan hiasan batu-batu dan atap dari ilalang kering membuat suasana petilasan terasa rindang dan tenang. Selain itu disisi petilasan ini terdapat waduk bendo yang merupakan tempat pemancingan gratis dengan pemancing yang tak pernah sepi tiap harinya.             Menurut keterangan juru kunci, pak ali. tempat petilasan ini dulunya adalah tempat dimana prabu angling dharma bertemu pertama kali dengan nyai ambarwati dan saling menumbuhkan benih-benih cinta. Selain itu terdapat pula pohon bambu lumayan tinggi yang dipakai sebagai rumah poh...

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se...