Skip to main content

DI ATAS KAPAL, DI MATA SEORANG PEMULA

Kamera hp. Sang pemula, 2017
Akhirnya terwujud juga. Rambut berkibar diatas kapal. Dihempas angin laut. Rasanya seperti: merdeka.

Saya berdiri. Lama sekali. Biru laut dan ombak terus berkejaran. Sesekali camar --yang seperti di lukisan itu-- menukik tajam memburu ikan-ikan. Dan di langit: awan bergerombol membuat bayangan pada bukit-bukit.

Detik jam seakan tepat waktu. Matahari baru saja terbit. Cahaya kuning jingga berkilauan di ufuk timur. Rasanya hangat. Dan di depan mata, buih dan angin masih saja bertebaran kesana-kemari membuktikan semesta gagah di bumi ini: Cakrawala.

Riuh terdengar suara isyarat kapal. kumandangnya memecah pagi. Orang-orang dengan berbagai perasaan memenuhi tempat duduk dan berdiri di pinggiran. Saya tetap berdiri. Mencoba menangkap keseluruhan pengalaman sebagai seorang pemula.

Saya melihat sejauh yang memiliki batas. Pun memandang seluruh ruang di tempat yang copernicus sebut berbentuk bulat ini. Saya menikmati imajinasi dan kenyataan di kepala. Biar yang menjadi mula-mula ini terpenuhkan dengan purna.

Kamera hp. Laut yang baik, 2017
Saya melihat laut. Terus saja begitu. Tiba-tiba saja, di Laut: terbayangkan bayi raden paku yang terombang-ambing dan putri sekardadu yang begitu mengasihinya. Diatasnya hercules terbang bertarung dengan semacam burung berkepala naga. Dan di kejauhan, Neptunus mengawasi pertarungan bajak laut memperebutkan peta.

Tak berhenti sampai disitu. Gugusan bukit dikejauhan berubah warna menjadi putih --menjadi salju. Lalu kapal besar di barat daya berubah menjadi titanic --yang diujungnya kita saling bergandengan tangan sembari berteriak pada nahkoda,

"Awas! Belokkan kapalnya! Di depan ada bongkahan gunung es"

Dan kisah yang awalnya berakhir duka itu menjadi bahagia.

Sebagai seorang pemula, saya bebaskan semua yang ingin terkatakan dan terbayangkan perihal kapal dan laut. Barangkali seperti kanak-kanak yang kedapatan memiliki mainan baru. Hari pertama bersama mainan itu adalah yang paling banyak memunculkan kebahagiaannya.

Dan tak terasa sudah rokok ke-empat. Sejenak, saya singkirkan imajinasi liar perihal dongeng-dongeng dan sejarah yang melampaui tahun. Pulau bali terlihat semakin dekat. Gugusan pantainya berwarna putih. Lalu bukit-bukit yang berbaris itu mungkin akan juga sampai pada gunung agung di salah satu bagiannya. Ada yang bilang selat yang memisahkan bali dan jawa ini tercipta karena perjanjian manik sembuyu, anak semata wayangnya, dan naga berekor emas yang menjaga gua.

Pesisir Banyuwangi pun sudah semakin tertinggal jauh. Hijau lebat pepohonan di perbukitannya memanjakan mata. Di salah satu bagian lautnya mungkin kisah Putri Sri Tanjung benar terjadi. Kisah perempuan yang membuktikan kesucian dan ketangguhannya pada hidup. Yang kemudian mati dan disebut oleh dongeng membuat air menjadi harum --menjadi: Banyu Wangi.

Saya terus saja menyaksikan apa saja disini. Saya tahu ini akan sulit untuk dituliskan dengan sangat mendetail perihal kelengkapannya. Saya menikmatinya begitu saja. Begitu sentimentil sih soalnya. Hahaa

Sampai kapal-kapal mulai merapat di pelabuhan gilimanuk. Saya menyaksikan para nelayan dengan perahu kecilnya menebar jala. Lalu teman saudara saya merapikan lapak gelang, kalung, dan manik-manik. Terlihat juga Beberapa tukang pijat siap menyambut kedatangan penumpang baru untuk berangkat kembali ke pelabuhan Ketapang. Hilir mudik anak buah kapal juga turut mewarnai keramaian kecil ini. Saya semakin yakin pada novel Lelaki dan Laut yang ditulis Ernest Hemingway dengan segala kesederhanaannya, bahwa :

"Manusia --memang-- tidak diciptakan untuk kalah"

Dan saya merasai kalimatnya tidak sesederhana itu.

Kamera hp. sisi kapal, 2017

Banyuwangi-Jember, Akhir agustus 2017

Comments

Popular posts from this blog

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se

Kau, Cahaya

Di hadapan pintu kebahagiaan. Kesedihan menyeruak, membawa pedih, menggigilkan tubuh waktu sebelum keberangkatan. Segala yang bernyawa, berujung tiada. Pada keheningan itu, sebelum maut. Nama umat yang kau sebut Seorang penyair melagukannya. Sebatang pohon kurma menangis, tatkala kau pergi. Air matanya luruh melebur embun shubuh. Kesejukan pagi itu, angin yang berhembus di sekitarnya, dan tangis yang belum berhenti, seperti pertanda perasaan kehilangan, yang akan selamanya. Tapi mengapa nama umat yang kau sebut, bukan sorga, juga bukan Tuhan yang menciptakan semuanya, saat kematian itu tiba?  Kau manusia. Mengembala. Berniaga. Bersedih dan bercanda. Dan di hatimu, terbuat dari apa relung sanubari itu, begitu hidup, begitu luasnya. Begitu jernih, menarik semuanya.  Kau yang penuh cinta.  Cahayamu terbit dari kegelapan suatu masa. Pendarnya membuat orang-orang menghampirimu. Bahkan di hari lahirmu, orang yang kelak sangat membencimu, pernah begitu bahagia. Ia haru, ia merdeka

Selamat Ulang Tahun, Istriku

Beberapa puisi ini untukmu.   /1/. Pohon-pohon meranggas di sekujur tubuhnya,  usia dan waktu  berkejaran.  pernah kita memandanginya  di sana-sini  menghitung hari-hari  yang ditinggalkan hujan.  kita terus saja berbicara  menginginkan suatu hari  hanya angin, dingin,  dan luasnya cakrawala.    kau sandarkan kepalamu  di pundakku  tangan kita berpegangan.  Rasanya seperti  menggenggam erat seluruh isi dunia ini.    /2/. Cat yang belum kering  wangi ini akan selalu kuingat  dengan cara terbaik  yang kumiliki.    saat itu, dinding kusam  tubuhnya mengelupas  oleh lupa  dan terabaikan.    kita mengingat suasana  yang kita inginkan  sebelum bulan berganti  dengan penyesalan.    kuas menyapu sekeliling  menghapus kesedihan,  dan dendam  di balik pintu.    perlahan, udara baru  masuk dari ruang tamu  untuk tinggal  dan menetap.    dunia ini bukan ruang tunggu kita memang sengaja diundang  untuk berbahagia.   /3/. Kacamata di atas meja    seringkali aku menemukannya