Skip to main content

PLEDOI JARAK

Kiriman WA mu, 2018
Bulan murung di atas stasiun. Redup. Murung. Seperti kurang cahaya. 1000 kilo meter kita berada pada ruang yang dipenuhi doa masing-masing.

Mula-mula perbedaan batas ruang menderu gelisah. Semacam kekhawatiran yang kanak-kanak barangkali. Aku dengan keterasingan yang riuh. Bangunan-bangunan di kota malam ini tak bisa jadi penghiburan. Apapun dan dimanapun kau berada, aku harus yakin Tuhan senantiasa menjaga.

Disini. Bulan terlihat semakin kehilangan warna. Letih beradu pada waktu semu. Hari-hari berjalan penuh kemacetan tanpa ramai lalu lalang kendaraan. Aku harus menegaskan pada suara-suara di kepalaku: ini hanya sementara.

Terdengar lagu dari penjual kaset --yang sebentar lagi mungkin akan diganti.

"Selamat malam duhai kekasihku, sebutlah namaku menjelang tidurmu"

Adam dan Hawa lah batinku yang memulai semua ini. Sejarah jarak dalam kehidupan manusia. Saling menjaga keyakinan untuk bertemu lagi. Melawan kalah. Sebab hidup menugaskan mereka untuk memberikan nama-nama pada segala apa yang ditemui.

Ragu pun muncul disana. Ketakutan satu sama lain bahwa menjadi bersama hanyalah peristiwa yang lalu. Ketakutan lain --yang barangkali tak mendasar-- adalah dari mereka berdua telah menemukan kebahagiaan masing-masing : di tempat yang tak lagi sama.

Lalu mereka toh masih saja meyakini janji itu. Di suatu ruang yang entah, melalui jalan yang juga entah, mereka akan berjumpa. Meleburkan semua perasaan dari rindu yang mencekam, lelah yang hampir habis, dan tangis yang sudah tak bersuara. Dan mereka toh bertemu juga. Di dataran yang cukup tinggi itu. Di bukit yang orang-orang kelak menyebutnya sebagai bukit kasih sayang. Jabal rahmah.

Dramatis tentu saja. Dan dari awal mula itulah yang kemudian terus tak terhentikan sampai hari ini.

Perihal jarak dan akibat-akibat yang ditimbulkannya.

Sementara itu, Aku masih memandangi langit. Melihat sekitar. Menyaksikan orang-orang tenggelam dalam temaram lampu dan tujuan hidup masing-masing.

Aku yakin kamu sehat. Itu caraku untuk bisa tenang dan baik-baik saja. Tapi sepertinya kamu sering makan mie instan belakangan ini. Semoga memang tidak demikian. Tapi kalau iya, awas ya.

Kamu nampaknya mengerti. Jarak ini adalah apa yang disimpulkan banyak orang mengakibatkan rindu. Aku pun begitu, seperti umumnya orang, meskipun jelas memiliki perbedaannya sendiri. Rinduku seperti musik Led Zeppelin. Ada bagian tegas dan tangguh seperti Immigrant Song dan Achiles Last Stand, pun ada yang liris dan meronta seperti Rainy Song dan All My Love.

Kamu disana masih saja tetap bertahan menyanyikan Queen: Love Of My Life dan sesekali Bohemian Rhapsody. Cobalah sesekali juga dengarkan grup musik perempuan tangguh tanah air ini: Nasida Ria.

Dan kembali kepada jarak. Ukuran satu batas ruang menuju batas ruang yang lain. Jarak kita masih belum jutaan tahun cahaya. Jarak kita masih sekitar dua puluh jam tiga puluh empat menit perjalanan kendaraan mobil dan sejenisnya. Tapi tetap saja itu jauh. Dan oleh karena itu kepulangan harus direncanakan. Menyusunnya secara purna : usaha yang bisa dilakukan manusia.

Kalau perlu bentangan kota-kota akan kita lipat. Biar lebih dekat degup jantung yang mengisi telinga masing-masing. Tapi kita sudah cukup sering melewati ini dengan baik, meskipun belum sangat. Kita tahu kapan rindu harus diledakkan pada satu waktu bertemu.

Terakhir, Mari kita saling menjaga dalam jarak. Berkabar dalam pagi dan petang. Menghadapi hal-hal kecil dengan tepat dan tak perlu saling melukai. Dan belajar lagi dan terus untuk menebar kebaikan kepada masing-masing. Kepada siapa saja dan apa saja. Kamu sudah menjadi rumahku, tempat dimana selalu kukatakan berulang-ulang bahwa aku selalu bisa merasa pulang disana.

Sedari tadi, akhirnya kereta terdengar berhenti di stasiun. Suasana cukup lengang. Bulan masih samar-samar di langit sana. Toko kaset tak terdengar lagi.

Aku bersenandung lirih. Lagu komunal memang menyelamatkan sepasang kekasih yang sedang menjalin hubungan jarak jauh,

Because you know i have long way from home
Because you know i have long way from home
Because you know i have long way from home

Terdengar keputusan itu. Pledoi menegaskan: Jarak t a k  b e r s a l a h.


Menjelang Akhir Januari. Baturaja. Sumatra. 2018









Comments

  1. Borgata Hotel Casino & Spa Launches "MGM Direct To
    MGM 영주 출장마사지 Resorts International 김천 출장샵 (MGM.N) has announced 남양주 출장샵 that it 경상북도 출장안마 will launch a major expansion of its Borgata Hotel Casino & 창원 출장마사지 Spa in Atlantic City,

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se

Kau, Cahaya

Di hadapan pintu kebahagiaan. Kesedihan menyeruak, membawa pedih, menggigilkan tubuh waktu sebelum keberangkatan. Segala yang bernyawa, berujung tiada. Pada keheningan itu, sebelum maut. Nama umat yang kau sebut Seorang penyair melagukannya. Sebatang pohon kurma menangis, tatkala kau pergi. Air matanya luruh melebur embun shubuh. Kesejukan pagi itu, angin yang berhembus di sekitarnya, dan tangis yang belum berhenti, seperti pertanda perasaan kehilangan, yang akan selamanya. Tapi mengapa nama umat yang kau sebut, bukan sorga, juga bukan Tuhan yang menciptakan semuanya, saat kematian itu tiba?  Kau manusia. Mengembala. Berniaga. Bersedih dan bercanda. Dan di hatimu, terbuat dari apa relung sanubari itu, begitu hidup, begitu luasnya. Begitu jernih, menarik semuanya.  Kau yang penuh cinta.  Cahayamu terbit dari kegelapan suatu masa. Pendarnya membuat orang-orang menghampirimu. Bahkan di hari lahirmu, orang yang kelak sangat membencimu, pernah begitu bahagia. Ia haru, ia merdeka

Selamat Ulang Tahun, Istriku

Beberapa puisi ini untukmu.   /1/. Pohon-pohon meranggas di sekujur tubuhnya,  usia dan waktu  berkejaran.  pernah kita memandanginya  di sana-sini  menghitung hari-hari  yang ditinggalkan hujan.  kita terus saja berbicara  menginginkan suatu hari  hanya angin, dingin,  dan luasnya cakrawala.    kau sandarkan kepalamu  di pundakku  tangan kita berpegangan.  Rasanya seperti  menggenggam erat seluruh isi dunia ini.    /2/. Cat yang belum kering  wangi ini akan selalu kuingat  dengan cara terbaik  yang kumiliki.    saat itu, dinding kusam  tubuhnya mengelupas  oleh lupa  dan terabaikan.    kita mengingat suasana  yang kita inginkan  sebelum bulan berganti  dengan penyesalan.    kuas menyapu sekeliling  menghapus kesedihan,  dan dendam  di balik pintu.    perlahan, udara baru  masuk dari ruang tamu  untuk tinggal  dan menetap.    dunia ini bukan ruang tunggu kita memang sengaja diundang  untuk berbahagia.   /3/. Kacamata di atas meja    seringkali aku menemukannya