Skip to main content

SELAMAT WISUDA, PARTNER

Sumber: gruo WA forum alumni MAN 2013
Saya membayangkan, hari itu ia sibuk sekali. Menata pakaian, menyiapkan atribut yang digunaan, juga merespon sekian pesan masuk dari gawai sebelum baterainya habis. Namun, sepenggal ingatan kecil tiba-tiba muncul,

"Rasanya belum lama masa seragam putih abu-abu lewat, sekarang sudah selesai saja masa kuliahnya."

Tepat hari itu. Salah satu orang baik di bumi ini, Puput maulidah fatmala:  Wisuda.

Jauh hari sebelumnya, Amba: pacar saya, memutuskan mengajak saya merencanakan hari untuk bisa datang pada ritus wisuda orang baik di bumi tersebut. Tapi, waktu menyikapi lain. Hari yang kita rencanakan untuk berangkat ke Malang bertabrakan dengan agenda lain yang tak bisa ditinggalkan. Seperti nasib umum lain lain yang klise, maaf akhirnya harus kami sampaikan.

Puput, orang baik di bumi, partner saya di masa sekolah tersebut telah wisuda mendahului saya dan Amba. Padahal boleh dibilang, masuk kuliahnya terlambat. Ia memang anak yang rajin sih, selain itu sangat peduli dengan kawan-kawannya, pun juga sepertinya pinter usaha buat cari duit.

Membicarakan puput adalah menyoal orang yang mestinya akan berguna pada banyak hal. Calon bidan profesional ini bertangan dingin. Ia sangat menjaga komunikasi baik dengan teman-temanya, baik di grup media sosial maupun secara langsung. Selanjutnya, kepedulian sosialnya juga tak diragukan lagi. Satu lagi yang tak boleh dilewatkan, ia kawan baik dan akrab sekali dengan pacar saya. Haha.

Perjumpaan Puput dan Amba boleh dibilang belum lama terjadi. Berawal dari saya dan Amba pacaran di Malang beberapa waktu silam, lalu Amba berkenalan dengan puput, kemudian mereka akrab sampai sekarang. Bahkan puput sudah pernah bermain ke rumah Amba di Lampung. Sesuatu yang sampai hari ini belum saya lakukan. Heh, mengapa kok jadi ngomong kemana-mana seperti ini.

Oke, kembali ke wisudanya Puput. Saya jadi teringat sesuatu yang sebenarnya konyol. Dahulu, semasa awal kuliah masuk, saya pernah menulis ramalan tentang apa yang akan terjadi pada pengurus harian osis di masa sekolah ketika lepas masa kuliah besok. Isinya tidak begitu penting, tapi harapannya barangkali yang ingin saya ingat lagi. Bahwa hari esok --entah kapan-- akan tiba hari kita berkumpul bersama pada momen yang santai dan sederhana, sembari menikmati kopi atau cemilan, membicarakan sesuatu yang lampau. Saat dimana kita semua masih dipenuhi mimpi-mimpi besar tentang kedewasaan: yang tentu saja, absurd dan tidak menghakimi.

Puput, sekretaris osis terbaik di zamannya ini masih akan terus berjalan lebih jauh lagi. Saya tidak tahu persis apa saja keilmuan bidan itu, yang pasti saya berharap para tenaga kesehatan bisa meneladani Hipokrates dan sumpahnya. Ia --hipokrates-- meletakkan standar yang tinggi bahwa tenaga kesehatan mula-mula harus mengabdikan total dirinya pada kemanusiaan, selebihnya baru hal-hal yang sifatnya teknis. Dan Puput: tentu saja tak akan diragukan lagi loyalitasnya untuk itu.

Pokoknya selamat berproses lagi, Partner. Entah lewat pintu keberangkatan apapun. Singkatnya, hati-hati di jalan dan lihat benar pemandangan sekeliling. Temukan kebahagiaan-kebahagiaan kecil itu. Sesuatu yang sederhana dan bisa sekali membuat kita merasa hidup ini begitu berharga.

Terakhir, mengingat ungkapan William Blake, penyair barat tahun 70an itu, "Burung punya sangkar, laba laba punya jaring, manusia punya persahabatan." Mari kita jaga itu bersama. Termasuk sangkar dan jaring-jaringnya.

Oiya, lupa. Misbah apa kabarnya? Haha


Yogjakarta. Dengan cuaca cukup panas. Minggu akhir Oktober 2018

Comments

Popular posts from this blog

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se

Kau, Cahaya

Di hadapan pintu kebahagiaan. Kesedihan menyeruak, membawa pedih, menggigilkan tubuh waktu sebelum keberangkatan. Segala yang bernyawa, berujung tiada. Pada keheningan itu, sebelum maut. Nama umat yang kau sebut Seorang penyair melagukannya. Sebatang pohon kurma menangis, tatkala kau pergi. Air matanya luruh melebur embun shubuh. Kesejukan pagi itu, angin yang berhembus di sekitarnya, dan tangis yang belum berhenti, seperti pertanda perasaan kehilangan, yang akan selamanya. Tapi mengapa nama umat yang kau sebut, bukan sorga, juga bukan Tuhan yang menciptakan semuanya, saat kematian itu tiba?  Kau manusia. Mengembala. Berniaga. Bersedih dan bercanda. Dan di hatimu, terbuat dari apa relung sanubari itu, begitu hidup, begitu luasnya. Begitu jernih, menarik semuanya.  Kau yang penuh cinta.  Cahayamu terbit dari kegelapan suatu masa. Pendarnya membuat orang-orang menghampirimu. Bahkan di hari lahirmu, orang yang kelak sangat membencimu, pernah begitu bahagia. Ia haru, ia merdeka

Selamat Ulang Tahun, Istriku

Beberapa puisi ini untukmu.   /1/. Pohon-pohon meranggas di sekujur tubuhnya,  usia dan waktu  berkejaran.  pernah kita memandanginya  di sana-sini  menghitung hari-hari  yang ditinggalkan hujan.  kita terus saja berbicara  menginginkan suatu hari  hanya angin, dingin,  dan luasnya cakrawala.    kau sandarkan kepalamu  di pundakku  tangan kita berpegangan.  Rasanya seperti  menggenggam erat seluruh isi dunia ini.    /2/. Cat yang belum kering  wangi ini akan selalu kuingat  dengan cara terbaik  yang kumiliki.    saat itu, dinding kusam  tubuhnya mengelupas  oleh lupa  dan terabaikan.    kita mengingat suasana  yang kita inginkan  sebelum bulan berganti  dengan penyesalan.    kuas menyapu sekeliling  menghapus kesedihan,  dan dendam  di balik pintu.    perlahan, udara baru  masuk dari ruang tamu  untuk tinggal  dan menetap.    dunia ini bukan ruang tunggu kita memang sengaja diundang  untuk berbahagia.   /3/. Kacamata di atas meja    seringkali aku menemukannya