Skip to main content

Tentang Ayam Jalang


Masakan yang baik, membahagiakan. Masakan yang hebat, membawamu ke dunia yang entah --dengan caranya masing-masing. 

Irwan, atau panggilan akrabnya John, melakukannya dengan baik, juga hebat. Ia mengolah berbagai perasaan serta kemampuannya di dapur nyaris tanpa tanding. Bertemakan ayam, ia meleburkan kampung halaman, ambisi, dan kecintaannya pada dunia kuliner seperti pemahat di hadapan bongkahan batu terbaik yang ia miliki. Penuh gelora. Berdaya visi. Penuh luapan gairah. 

Ayam Jalang, begitu ia menamakannya. Terkadang ia menyebutnya dengan Ayam Jalan666 sebagai gimmick dari huruf 'G' dan angka 666 yang melekat pada dirinya sebagai seorang metalhead sejak dalam pikiran. Secara singkat, Masakan Ayam Jalang olahan John itu  berpenampilan seperti rica-rica. Tetapi pengalaman menahunnya di dapur telah membuatnya lebih eksploratif, seperti melampaui dari sekadar rica-rica biasa. 

Di cuaca terik itu, Saya membayangkan John memasang celemek hitamnya. Rambut gondrongnya digelung rapi. Berbagai bumbu dan bahan telah ia potong sesuai porsi. Api menyala. Musik cadas dari Band bawah tanah seperti Darkhthrone, Entombed, sampai Rajasinga berdentum keras. Tangannya menari. Aroma rempah seketika menguar. Meneteskan liur para tetangga yang tidak mengenakan masker. 

Jawa timur sebagai kampung halaman John, dan saya, hadir dalam hidangan ini. Tingkat kepedasan yang presisi berkelindan dengan asin gurih ayam yang telah bermandikan bumbu rahasia ciptaannya. Merah dan gelap. Sedap dan menggoda. Kenikmatannya seketika berlipat ganda. 

Ayam Jalang sendiri merupakan bisnis sampingan John yang saat ini sedang digeluti. Kesehariannya tetap sama. Menjadi juru masak di cafe yang sederhana. Memainkan, dan mendengar musik metal serta memburu rilisannya. Juga berproses di kelompok belajar musik Anak-anak Zaman bersama saya dan kawan yang lain. 

Untuk Ayam Jalang, John mematok harga 12.000 untuk satu porsinya dalam wadah rice bowl. Lengkap dengan nasi, tomat, selada, mentimun, dan butiran wijen yang menempel indah pada potongan melimpah ayam yang telah bermandikan bumbu itu. 

Ayam Jalang olahan John sedikit banyak telah berhasil menarik saya ke dunia yang entah. Di masa yang jauh, di rumah, di masa muda ini, saat nenek masih hidup dan mengenalkan saya dengan masakan pedas dan gurih yang tak akan pernah saya lupakan selamanya. 

Pierre Gagnaire, Chef dari prancis, memotret dengan baik proses dan emosi ini. Ia mengatakan, “Memasak melibatkan banyak indera. Ia dibuat untuk mata, mulut, hidung, telinga, dan jiwa. Tidak ada seni lain yang serumit ini.” 

Panjang umur, Ayam Jalang. Untuk pemesanan, langsung hubungi saja yaa instagramnya : @irwan_jalang

Comments

Popular posts from this blog

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se

Kau, Cahaya

Di hadapan pintu kebahagiaan. Kesedihan menyeruak, membawa pedih, menggigilkan tubuh waktu sebelum keberangkatan. Segala yang bernyawa, berujung tiada. Pada keheningan itu, sebelum maut. Nama umat yang kau sebut Seorang penyair melagukannya. Sebatang pohon kurma menangis, tatkala kau pergi. Air matanya luruh melebur embun shubuh. Kesejukan pagi itu, angin yang berhembus di sekitarnya, dan tangis yang belum berhenti, seperti pertanda perasaan kehilangan, yang akan selamanya. Tapi mengapa nama umat yang kau sebut, bukan sorga, juga bukan Tuhan yang menciptakan semuanya, saat kematian itu tiba?  Kau manusia. Mengembala. Berniaga. Bersedih dan bercanda. Dan di hatimu, terbuat dari apa relung sanubari itu, begitu hidup, begitu luasnya. Begitu jernih, menarik semuanya.  Kau yang penuh cinta.  Cahayamu terbit dari kegelapan suatu masa. Pendarnya membuat orang-orang menghampirimu. Bahkan di hari lahirmu, orang yang kelak sangat membencimu, pernah begitu bahagia. Ia haru, ia merdeka

Selamat Ulang Tahun, Istriku

Beberapa puisi ini untukmu.   /1/. Pohon-pohon meranggas di sekujur tubuhnya,  usia dan waktu  berkejaran.  pernah kita memandanginya  di sana-sini  menghitung hari-hari  yang ditinggalkan hujan.  kita terus saja berbicara  menginginkan suatu hari  hanya angin, dingin,  dan luasnya cakrawala.    kau sandarkan kepalamu  di pundakku  tangan kita berpegangan.  Rasanya seperti  menggenggam erat seluruh isi dunia ini.    /2/. Cat yang belum kering  wangi ini akan selalu kuingat  dengan cara terbaik  yang kumiliki.    saat itu, dinding kusam  tubuhnya mengelupas  oleh lupa  dan terabaikan.    kita mengingat suasana  yang kita inginkan  sebelum bulan berganti  dengan penyesalan.    kuas menyapu sekeliling  menghapus kesedihan,  dan dendam  di balik pintu.    perlahan, udara baru  masuk dari ruang tamu  untuk tinggal  dan menetap.    dunia ini bukan ruang tunggu kita memang sengaja diundang  untuk berbahagia.   /3/. Kacamata di atas meja    seringkali aku menemukannya