Skip to main content

Selamat Ulang Tahun, Istriku

Beberapa puisi ini untukmu. 

/1/. Pohon-pohon meranggas

di sekujur tubuhnya, 
usia dan waktu 
berkejaran. 

pernah kita memandanginya 
di sana-sini 
menghitung hari-hari 
yang ditinggalkan hujan. 

kita terus saja berbicara 
menginginkan suatu hari 
hanya angin, dingin, 
dan luasnya cakrawala.  

kau sandarkan kepalamu 
di pundakku 
tangan kita berpegangan. 
Rasanya seperti 
menggenggam erat
seluruh isi dunia ini. 
 

/2/. Cat yang belum kering 

wangi ini akan selalu kuingat 
dengan cara terbaik 
yang kumiliki.  

saat itu, dinding kusam 
tubuhnya mengelupas 
oleh lupa 
dan terabaikan.  

kita mengingat suasana 
yang kita inginkan 
sebelum bulan berganti 
dengan penyesalan.  

kuas menyapu sekeliling 
menghapus kesedihan, 
dan dendam 
di balik pintu.  

perlahan, udara baru 
masuk dari ruang tamu 
untuk tinggal 
dan menetap.  

dunia ini bukan ruang tunggu
kita memang sengaja diundang 
untuk berbahagia.
 

/3/. Kacamata di atas meja  

seringkali aku menemukannya 
sepasang matamu 
di hati.  

kita adalah sepasang ulat 
yang begitu ingin kupu-kupu,
yang pasti terjadi.  

kita saling menemukan 
laut dan diri sendiri 
dan permintaan maaf
dengan terbuka.  

aku mencintaimu 
dan sejak saat itu 
tak lagi kubenci dunia 
yang telah porak-poranda.  

kau juga mencintaiku 
dan dunia 
telah jadi tempat 
yang semestinya. 
 

/4/. Menyaksikan kebiasaan 

di antara nasi dan lauk, 
bumbu laos, dan sambal, 
kau memang tak terkalahkan.  

aku sangat kelaparan 
pada pergantian sistem negara 
dan waktu-waktu untuk bertemu.  

rumah dan tangga ini 
akan selalu ada di sana 
mengantarkan kita 
pada rutinitas 
saling memberi dan menerima.  

cara kerja dunia ini 
biar terus berlanjut 
pun cara kerja 
cinta kita juga.
 

/5/. Kemudian lelap

tidur telah lelah 
sebab mata 
terlalu memandangimu
di hari-hari itu. 

tahukah kamu?
langit menidurkan bunga-bunga 
di malam hari 
biar terjaga 
dalam mimpimu.  

tahukah aku? 
bahwa kamu adalah bunga itu
yang mekar 
sepanjang waktu. 

kita akan saling ada 
sebagai udara
untuk hari ini 
sampai lelap 
sampai nanti. 

 

Yogyakarta, 26 Juni 2023


Comments

Popular posts from this blog

Marathon Pertama, Akhirnya

Langit masih gelap. Ribuan orang berbondong-bondong mengenakan pakaian yang semarak dan outfit lari yang lengkap. Mereka semua, dan saya juga, ini rasa-rasanya termasuk sebagian besar orang-orang yang rela tidur sebentar, menempuh perjalanan jauh, berlatih cukup keras, berharap-harap cemas saat undian acak kelolosan, dan mengeluarkan biaya untuk menyakiti diri sendiri demi berlari puluhan kilometer.  Saya berjalan beriringan bersama yang lain menuju garis start. Ada suasana haru, merinding, cemas, bangga, bahagia, dan semangat yang bercampur di sana, seperti potongan perasaan yang melebur halus dan lembut dalam blender jiwa. Sembari melewati jalanan aspal di kompleks candi, rindang pepohonan, dan basah rerumputan setelah hujan, saya mencoba mengingat bagaimana ini semua dimulai.  Saat itu, akhir tahun 2022. Saya mencoba berlari menggunakan aplikasi pengukur waktu, jarak, dan kecepatan dari Nike. Sebelumnya, setelah saya mengalami gejala covid-19 dan mengisolasi diri dua minggu...
PETILASAN ANGLING DHARMA DAN NYAI AMBARWATI Oleh MH Maulana             Desa Bendo, kecamatan Kapas, Bojonegoro menyimpan sebuah tempat unik, mistik, damai, sekaligus kaya sejarah. Tepatnya di sisi waduk Bendo. disana terdapat sebuah tempat Pamoksaan dan petilasan prabu angling dharma da nyai ambarwati. Sebuah tempat menyerupai labirin dengan hiasan batu-batu dan atap dari ilalang kering membuat suasana petilasan terasa rindang dan tenang. Selain itu disisi petilasan ini terdapat waduk bendo yang merupakan tempat pemancingan gratis dengan pemancing yang tak pernah sepi tiap harinya.             Menurut keterangan juru kunci, pak ali. tempat petilasan ini dulunya adalah tempat dimana prabu angling dharma bertemu pertama kali dengan nyai ambarwati dan saling menumbuhkan benih-benih cinta. Selain itu terdapat pula pohon bambu lumayan tinggi yang dipakai sebagai rumah poh...

'Menikah itu Biasa Saja'

/1/. Saya sepertinya akan selalu memikirkan pembuka novel Anna Karenina karangan Leo Tolstoy sampai kapan pun. "Keluarga bahagia, bahagia dengan cara yang sama. Keluarga tidak bahagia, tidak bahagia dengan caranya masing-masing," tulisnya. Dan saya menikah. Mengucap janji di hadapan penghulu, orang tua, saksi, hadirin yang datang, dan tentu saja pacar saya yang menjadi istri saya: Yeni Mutiara. Mungkin aneh. Tapi saya berharap ini biasa saja. Seperti menggubah lagu Efek Rumah Kaca yang dimuat dalam album debut eponimnnya. Ketika rindu, menggebu gebu, kita menunggu Jatuh cinta itu biasa saja. /2/. Saya masih mengingatnya. Tertanggal 4 Maret. Pagi tiba ketika kapal laut mengangkat sauh di selat sunda. Itu kali pertama Abah, Ibuk, Adek, dan Budhe mengalaminya. Kami duduk di ruang terbuka. Mengamati gugusan pulau kecil dengan pepohonan kelapa yang berjejer, seperti lanskap di buku gambar anak-anak. Sesekali kami minum kopi, memakan cemilan, dan meresapi udara se...